
Oleh: Iqbal Putra Pratama
Pulau Sumbawa, salah satu pulau besar di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), memiliki luas sekitar 15.44 kilometer persegi. Luas ini setara tiga perempat dari total wilayah NTB dan dihuni oleh lebih dari 5,6 juta jiwa. Pulau ini terdiri atas empat kabupaten dan satu kota: Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima, dan Kota Bima.
Dengan cakupan wilayah yang begitu luas dan jumlah penduduk yang signifikan, Pulau Sumbawa memegang peran strategis dalam perkembangan provinsi NTB. Akan tetapi, realitas menunjukkan bahwa pembangunan di wilayah ini belum sepenuhnya merata dan responsif terhadap kebutuhan masyarakatnya. Dalam konteks inilah wacana pemekaran Pulau Sumbawa menjadi provinsi tersendiri kembali menguat.
Pemekaran wilayah merupakan isu lama yang telah menjadi pembahasan publik, baik di kalangan masyarakat umum, akademisi, maupun elit politik. Wacana ini tidak muncul dalam ruang hampa, melainkan berangkat dari kebutuhan riil atas peningkatan efisiensi birokrasi, optimalisasi pelayanan publik, dan percepatan pembangunan infrastruktur serta sosial ekonomi.
Dalam hal ini, pemekaran bukan semata-mata bentuk ambisi politik atau simbol pemisahan administratif, melainkan aspirasi kolektif masyarakat untuk menghadirkan pemerintahan yang lebih dekat, tanggap, dan terdistribusi secara adil.
Di Indonesia, wacana dan praktik pemekaran daerah memiliki payung hukum yang jelas, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Secara prinsip, pemekaran dapat dilakukan jika dinilai mampu mendorong efektivitas pelayanan, pemerataan pembangunan, dan pemberdayaan ekonomi daerah.
Baca juga: Apakah Demokrasi Kita Baik-Baik Saja?
Dengan pendekatan ini Pulau Sumbawa layak dikaji sebagai kandidat provinsi baru, mengingat potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimilikinya cukup besar, namun hal itu belum sepenuhnya diberdayakan secara optimal.
Dalam banyak forum publik pemekaran sering kali dipersepsikan sebagai janji politik semata yang muncul menjelang pemilu. Akan tetapi, penting untuk menegaskan bahwa aspirasi pemekaran Pulau Sumbawa bukanlah wacana musiman.
Ini adalah gagasan strategis yang lahir dari kebutuhan nyata masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk menjadikan pemekaran ini sebagai janji kolektif bukan hanya janji eleckoral yang perlu diwujudkan dalam bentuk kebijakan nyata dan implementatif.
Kebutuhan Mendesak: Pelayanan Publik yang Dekat dan Responsif
Salah satu argumen utama pemekaran adalah optimalisasi pelayanan publik. Wilayah Pulau Sumbawa yang begitu luas dengan topografi yang menantang membuat distribusi layanan publik menjadi tidak efisien.
Jarak yang jauh dari pusat pemerintahan Provinsi di Mataram (Pulau Lombok) menimbulkan hambatan administratif maupun logistik. Akibatnya, pelayanan dasar seperti kesehatan, administrasi kependudukan, dan infrastruktur publik menjadi lambat dan sering kali tidak merata.
Dengan menjadi provinsi tersendiri, pusat pemerintahan akan berada di dalam wilayah Sumbawa itu sendiri, yang secara otomatis memperpendek rantai birokrasi dan meningkatkan kualitas layanan.
Ini akan memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan penting tanpa perlu menempuh perjalanan panjang lintas pulau,yang selama ini menyulitkan terutama bagi masyarakat di wilayah terluar dan terpencil.
Percepatan Pembangunan dan Pemerataan Infrastruktur
Selain pelayanan, alasan fundamental lainnya adalah pemerataan pembangunan. Hingga hari ini, sebagian besar proyek pembangunan infrastruktur dan ekonomi strategis di NTB masih terfokus di Pulau Lombok.
Pulau Sumbawa belum mendapatkan proporsi pembangunan yang setara meskipun wilayah ini memiliki potensi besar di bidang pertanian, perikanan, pariwisata alam, dan pertambangan.
Pemekaran provinsi akan memungkinkan Pulau Sumbawa merancang prioritas pembangunan yang lebih kontekstual sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah.
Pemerintah provinsi baru akan lebih fokus dalam mendorong pembangunan jalan antar wilayah, sarana pendidikan dan kesehatan, serta mendorong investasi berbasis potensi lokal. Hal ini tentu akan mempercepat pertumbuhan ekonomi regional dan mengurangi ketimpangan antar daerah.
Pendidikan sebagai Pilar Kemandirian Daerah
Pendidikan juga menjadi sektor krusial yang diharapkan akan terdorong lebih maju dengan adanya pemekaran. Hingga saat ini, banyak wilayah di Pulau Sumbawa masih menghadapi tantangan serius terkait kualitas pendidikan, keterbatasan tenaga pengajar, fasilitas sekolah yang minim, dan akses pendidikan tinggi yang sulit dijangkau oleh masyarakat pedesaan.
Dengan hadirnya pemerintahan provinsi baru, kebijakan pendidikan bisa disusun lebih spesifik dan sesuai dengan karakteristik daerah.
Pemerintah Provinsi Sumbawa nantinya bisa membuka perguruan tinggi negeri baru, meningkatkan kualitas sekolah, serta menyediakan program beasiswa yang menjangkau seluruh kecamatan. Ini adalah investasi jangka panjang yang sangat dibutuhkan untuk menciptakan generasi muda Sumbawa yang kompeten dan mandiri.
Selain aspek teknis pembangunan, pemekaran provinsi juga akan memperkuat identitas kultural dan politik masyarakat Sumbawa. Selama ini banyak masyarakat yang merasa bahwa posisi Sumbawa kurang terwakili secara optimal dalam kebijakan provinsi.
Padahal dari sisi sejarah dan budaya, Sumbawa memiliki identitas yang kuat dan unik. Pemekaran akan memberikan ruang representasi yang lebih adil dan membuka kesempatan bagi masyarakat lokal untuk mengelola pemerintahannya sendiri.
Dalam kerangka otonomi daerah, kemandirian politik dan administrasi sangat penting untuk memperkuat legitimasi pemerintahan serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik.
Editor: Ahmad Bagus Kazhimi