
KORANPENELEH.ID – Aksi demonstrasi dalam rangka menolak UU TNI yang digelar di Malang pada Minggu (23/03) berakhir ricuh. Hal ini diakibatkan oleh represi yang dilakukan oleh aparat keamanan. Tercatat sebanyak delapan jurnalis mahasiswa menjadi korban dan tim medis pun ikut diserang oleh polisi.
Berdasarkan kabar dari lapangan, sebanyak delapan aktivis lembaga pers mahasiswa (LPM) dari berbagai perguruan tinggi di Kota Malang menjadi korban kekerasan saat meliput aksi unjuk rasa menolak UU TNI di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang.
Delta Nishfu, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Malang, yang menjadi satu dari delapan korban menyatakan mereka dibentak, dimaki-maki, diseret, dan dipukuli oleh orang yang diduga aparat keamanan gabungan polisi dan militer.
Ia menceritakan bahwa dirinya mengalami kekerasan saat sedang mendokumentasikan aksi massa pendemo dalam jarak dekat, tepatnya di area bundaran tugu balai kota, dengan menggunakan telepon genggam. Tiba-tiba ia ditarik dan diseret oleh seseorang. Kejadiannya sekitar pukul 18.40 WIB atau saat aparat menyerang demonstran.
Tak hanya itu, dilansir dari Tempo, sejumlah pihak di lingkungan LPM, dua jurnalis mahasiswa dari Unit Aktivitas Pers Mahasiswa (UAPM) Inovasi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim alias UIN Malang sempat mendapat pemukulan saat mendokumentasikan aksi aparat mengejar massa pendemo dari area taman di seberang balai kota. Mereka mengalami memar di bagian paha dan badan.
Kekerasan juga dialami aktivis pers mahasiswa saat mereka berjalan meninggalkan lokasi unjuk rasa, seperti yang dialami dua awak Kavling 10. Keduanya mendapat tindakan represif saat di depan Hotel Splendid. Memang tiada luka berdarah, tapi seorang korban mengalami bengkak di bagian kaki dan seorang lagi benjol kepalanya.
Aksi unjuk rasa itu semula berjalan lancar dan damai. Massa yang menamakan diri Arek-Arek Malang berorasi dan memeragakan aksi teatrikal. Orasinya bertema penolakan UU TNI yang menurut mereka hanya merusak demokrasi dan bisa mengembalikan Indonesia ke suasana era Orde Baru.
Baca juga: Banjir dan Longsor Terjang Manado, 1 Orang Tewas dan 70 Rumah Terdampak
Penolakan juga mereka ekspresikan melaui coretan-coretan di aspal, serta menempelkan pamflet di tembok pagar gedung DPRD Kota Malang. Mereka juga membawa berbagai spanduk berisi tuntutan mereka, seperti menolak pemberlakuan UU TNI dan adili mantan Presiden Joko Widodo.
Saat pendemo beraksi, aparat gabungan dari Kepolisian Resor Malang Kota, Komando Distrik Militer (Kodim) 0833/Kota Malang, serta Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang tampak sudah sangat bersiaga. Situasi berubah makin memanas saat massa mulai membakar berbagai barang di luar tembok pagar dan halaman gedung DPRD. Mereka juga melempar petasan.
Berdasarkan kronologi aksi demonstrasi yang dibagikan oleh akun X Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Pos Malang, aksi berlangsung dengan tertib hingga sekitar pukul 17.45, bertepatan dengan waktu azan magrib. Para pendemo sempat sejenak menghentikan aksi untuk berbuka puasa bersama hingga sekitar pukul 18.00. Setelah itu, mereka melanjutkan dengan aksi teatrikal simbolis selama kurang lebih 15 menit.
Setelahnya situasi makin memanas sampai akhirnya aparat kepolisian dan TNI merangsek dan menyisir seluruh lokasi unjuk rasa, serta membubarkan massa di sekitar balai kota, tepatnya di Jalan Gajahmada (jalan pemisah balai kota dan gedung parlemen), Jalan Suropati, Jalan Sultan Agung, dan Jalan Pajajaran.
Dua pleton personel gabungan sempat melakukan penyisiran sambil membawa tongkat pemukul di Jalan Gajah Mada, Kota Malang. Akibatnya, sejumlah peserta aksi ditangkap, diintimidasi, dan dipukuli.
“Tim medis, pers dan pendamping hukum yang bersiaga di halte Jalan Kertanegara juga mendapati pemukulan, kekerasan seksual dan ancaman pembunuhan (verbal). Sejumlah gawai massa aksi dan tim medis dirampas, begitu pula dengan alat kelengkapan medis. Sementara itu sejumlah kawan yang sudah menyelamatkan diri disweeping, dipukul dan diculik oleh aparat berpakaian preman,” demikian ditulis YLBHI Pos Malang.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang mengungkapkan kronologi penyerangan posko tim medis oleh aparat kepolisian dan TNI. Penyerangan terjadi saat terjadi kericuhan dalam aksi demonstrasi menolak Undang-Undang (UU) TNI di Kota Malang, Minggu (23/3/2024). Selain serangan fisik, petugas medis juga mengalami ancaman pembunuhan serta dugaan pelecehan seksual. (ABK/Red)