
KORANPENELEH.ID – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) resmi meningkatkan status perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana hibah barang dan jasa untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) swasta di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2017 ke tahap penyidikan.
Kepala Kejati Jatim, Prof. (HCUA) Dr. Mia Amiati, S.H., M.H., CMA, CSSL, menjelaskan bahwa peningkatan status perkara ini didasarkan pada dua surat perintah penyidikan, yakni Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejati Jatim Nomor: Print-33/M.5/Fd.1/01/2025 tanggal 6 Januari 2025 dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejati Jatim Nomor: Print-334/M.5/Fd.2/03/2025 tanggal 3 Maret 2025.
Mia Amiati mengatakan bahwa tim penyidik masih menghitung potensi kerugian negara dalam kasus ini dan telah meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan penghitungan secara rinci.
Kasus ini bermula pada tahun 2017 ketika Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur mengelola anggaran belanja hibah barang dan jasa sebesar Rp 65 miliar yang bersumber dari APBD Provinsi Jatim. Dana tersebut diperuntukkan bagi 25 SMK swasta di 11 kabupaten/kota di Jawa Timur yang berbadan hukum Indonesia.
Penyaluran dana hibah ini diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/386/KPTS/013/2017 tanggal 21 Juli 2017. Dalam proses pengadaannya, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur membagi hibah barang menjadi dua paket pekerjaan melalui proses lelang atau tender.
Hasil lelang menetapkan dua pemenang, yaitu PT Desina Dewa Rizky untuk Paket 1 dengan nilai kontrak sebesar Rp 30,5 miliar, dan PT Delta Sarana Medika untuk Paket 2 dengan nilai kontrak sebesar Rp 33 miliar.
Akan tetapi, dalam pelaksanaannya ditemukan beberapa kejanggalan. Beberapa item barang yang diterima oleh 25 SMK swasta di 11 kabupaten/kota di Jawa Timur tidak sesuai dengan kebutuhan jurusan di masing-masing sekolah. Selain itu, terdapat dugaan penggelembungan harga atau mark up yang diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah. Atas temuan tersebut, kasus ini kemudian dilaporkan ke Kejati Jatim untuk ditindaklanjuti.
Mia Amiati menyebutkan bahwa dugaan pelanggaran dalam kasus ini mencakup beberapa aturan, di antaranya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 40 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan, dan Penatausahaan, Pelaporan dan Pertanggungjawaban serta Monitoring dan Evaluasi Hibah dan Bantuan Sosial.
Sebagai bagian dari proses penyidikan, Kejati Jatim melakukan penggeledahan di lima lokasi pada 17 Maret 2025. Lokasi yang digeledah meliputi Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, kantor penyedia barang, dan rumah yang diduga terkait dengan pelaksanaan kegiatan.
Baca juga: Setelah Pertamina, Kini PLN Terjerat Korupsi Proyek PLTU, Negara Rugi Rp1,2 Triliun
Dari hasil penggeledahan, tim penyidik menemukan sejumlah dokumen dan aset elektronik yang langsung disita. Proses penyitaan ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Nomor: Print-360/M.5.5/Fd.2/03/2025 tanggal 6 Maret 2025. Mia Amiati menegaskan bahwa penggeledahan dan penyitaan ini dilakukan untuk melengkapi alat bukti dan mencegah hilangnya barang bukti.
Dalam proses penyidikan ini, Kejati Jatim telah memeriksa sejumlah pihak yang terlibat, termasuk 25 kepala sekolah SMK swasta penerima hibah, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jatim, Kepala Biro Hukum Provinsi Jatim, Kepala Bidang SMK pada Dinas Pendidikan Provinsi Jatim, Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Barang/Jasa, Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP), serta penyedia barang/jasa dan vendor terkait.
Mia Amiati menegaskan bahwa Kejati Jatim akan terus mendalami kasus ini untuk mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab dan memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam wawancara langsung dengan tim media, Mia Amiati mengungkapkan bahwa indikasi pelanggaran dalam kasus ini cukup kuat, terutama terkait ketidaksesuaian spesifikasi barang dengan kebutuhan sekolah dan harga barang yang di-mark up.
“Kami sudah menemukan bukti awal yang cukup kuat untuk melanjutkan kasus ini ke tahap penyidikan. Ketidaksesuaian barang dengan kebutuhan sekolah merupakan bentuk kelalaian yang berpotensi merugikan negara dalam jumlah besar,” ujarnya.
Mia juga menyoroti bahwa proses pengadaan barang yang dilakukan melalui tender seharusnya bisa meminimalkan risiko penggelembungan harga. “Namun, dalam kasus ini, kami menemukan adanya dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam proses tender yang berujung pada harga barang yang jauh di atas harga pasar,” tambah Mia.
Mia juga menegaskan bahwa pihaknya akan memanggil kembali sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam proses pengadaan dan pelaksanaan hibah. “Kami akan terus memperdalam keterangan dari para saksi, termasuk dari pihak dinas, penyedia barang, dan penerima hibah. Jika ditemukan indikasi keterlibatan pejabat atau pihak ketiga dalam proses ini, kami tidak akan segan untuk menindak tegas,” tegas Mia.
Menurutnya, penghitungan kerugian negara oleh BPKP akan menjadi dasar untuk menentukan langkah hukum berikutnya. “Kami berharap hasil penghitungan BPKP bisa keluar dalam waktu dekat, sehingga kami dapat segera menentukan langkah hukum selanjutnya, termasuk kemungkinan menetapkan tersangka dalam kasus ini,” ungkap Mia secara tegas.
Lebih lanjut, Mia menegaskan bahwa Kejati Jatim akan bersikap transparan dalam penanganan kasus ini. “Kami berkomitmen untuk membuka hasil penyidikan ini ke publik agar masyarakat mengetahui perkembangan kasus ini secara jelas dan transparan. Kami juga berharap agar masyarakat terus memberikan dukungan dan informasi yang dapat membantu proses penyidikan,” pungkasnya. (ABK/Red)