
Dewan Syuro Aktivis Peneleh mengingatkan para kader untuk memperkuat keteguhan lahir batin dalam menghadapi kondisi politik yang semakin carut-marut. Pesan tersebut disampaikan Ketua Dewan Syuro Aktivis Peneleh, Iskandar Eka Asmuni, dalam acara Haul HOS Tjokroaminoto yang berlangsung di Sekretariat Yayasan Peneleh, Sabtu (15/3).
Dalam kesempatan tersebut, Iskandar merefleksikan sosok HOS Tjokroaminoto sebagai “ratu adil raja Jawa tanpa mahkota.” Menurutnya, keteguhan tauhid, kegigihan perjuangan, dan kesederhanaan yang ditunjukkan oleh Tjokroaminoto hingga akhir hayatnya adalah contoh nyata yang perlu diteladani oleh para pemimpin masa kini.
“Di era sekarang, pemimpin justru cenderung bergaya mewah. Tidak ada yang berani hidup dalam kesederhanaan. Mindset yang berkembang adalah bagaimana bisa meraih kembali modal politik dan melanggengkan kekuasaan,” ujar Iskandar.
Iskandar juga mengingatkan agar kader Peneleh tidak terjebak dalam pengkultusan terhadap satu tokoh, seperti yang terjadi pada masa lalu. Menurutnya, ketergantungan kepada satu sosok hanya akan melemahkan gerakan. Oleh karena itu, perlu menciptakan banyak Jang Oetama baru, yakni kader yang mampu menjadi prawireng joerit — pejuang yang kuat secara lahir dan batin, serta berani menempuh jalan terjal dalam menegakkan nilai-nilai tauhid.
“Prawireng joerit harus memiliki keteguhan pikiran dan tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai tauhid. Mereka harus berani mengambil jalan terjal (At-Tariq) dalam memperjuangkan kebenaran,” tambahnya.
Iskandar juga menyoroti fenomena Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang dianggap sebagai cerminan dari kebobrokan politik demokrasi di Indonesia. Menurutnya, sebagian besar elite politik saat ini berorientasi pada kekuasaan dan mempertahankan posisi demi kepentingan kelompok.
“Jika kita kembalikan pada sila keempat, yaitu musyawarah (syuro), maka sejatinya orang-orang yang menjadi pejabat adalah mereka yang telah selesai dengan urusan pribadinya dan berpolitik atas dasar hikmah dan kebijaksanaan,” tegas Iskandar.
Iskandar menutup dengan menekankan bahwa kader Peneleh harus berani keluar dari lingkaran politik yang menyesatkan. Menurutnya, perjuangan politik sejati adalah untuk menebar hikmah dan kebijaksanaan, bukan sekadar meraih kekuasaan.