
Hujan deras yang mengguyur wilayah Jabodetabek mengakibatkan banjir di beberapa titik hingga selama sepekan terakhir. Ribuan warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, hingga Bekasi yang rumahnya terkena banjir terpaksa mengungsi. Kota Bekasi di Jawa Barat menjadi salah satu wilayah paling terdampak. Banjir merendam 20 titik di tujuh kecamatan.
Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Ida Pramuwardani, menjelaskan, hal ini dilengaruhi oleh beberapa kombinasi faktor atmosfer skala global, regional, dan lokal.
Sirkulasi siklonik di barat Pulau Sumatera dan di Kalimantan juga secara tidak langsung mengakibatkan terbentuknya area netral di Laut Jawa dengan area pertemuan angin (konfluensi) di sebagian wilayah Jawa Barat. Selain itu, kelembapan udara di wilayah Jawa Barat pada lapisan 850-500 mb berkisar antara 60-98% yang mendukung pertumbuhan awan.
Labilitas atmosfer secara umum bervariasi pada kategori ringan hingga kuat mengindikasikan adanya potensi pembentukan awan konvektif. Faktor-faktor tersebut, cukup memberikan kontribusi terhadap tingginya curah hujan di beberapa wilayah di Indonesia khususnya Jabodetabek.
Baca juga: Sritex Resmi Tutup Total, Ribuan Karyawan Kehilangan Pekerjaan Akibat PHK
Cuaca ekstrem berupa hujan dengan intensitas lebat yang disertai angin kencang yang terjadi di wilayah-wilayah rawan bencana dapat mengakibatkan terjadinya bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor. Banjir kali ini membuat aktivitas kantor hingga sekolah terpaksa dihentikan di beberapa tempat.
Dalam salah satu video yang tersebar secara publik juga terlihat bahwa banyak masyarakat yang terjebak di salah satu pusat perbelanjaan di Bekasi akibat banjir yang begitu hebat melanda lokasi tersebut.
Meskipun demikian, faktor kelalaian manusia juga menjadi salah satu penyebab banjir terparah sejak tahun 2020 lalu. Di beberapa tempat, khususnya di wilayah Puncak Bogor misalnya, menemukan bahwa alih fungsi lahan yang masif dan bertentangan dengan pemanfaatan aslinya menjadi sebab terjadinya banjir dengan intensitas cukup parah di sana.
Selain alih fungsi lahan, program pembangunan yang mengabaikan resapan air yang layak juga menjadi faktor yang membuat banyak wilayah tidak mampu menanggulangi curah hujan tinggi yang terjadi selama beberapa waktu terakhir.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengingatkan bahwa pada tanggal 10-20 Maret 2025 diprediksi akan terjadi hujan lebat. Untuk itu Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) akan terus dilakukan untuk menekan dampak buruk yang terjadi seperti banjir dan tanah longsor.