
Oleh: Hendra Jaya
Hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah bukanlah bentuk pelarian, melainkan strategi perlawanan kepada Qurasy dengan membangun kekuatan konsolidasi. Ketika tekanan dan penindasan terhadap kaum Muslimin di Makkah semakin berat, Rasulullah SAW memilih untuk berhijrah bukan karena menyerah, melainkan untuk menyusun kekuatan baru.
Kaum Quraisy saat itu tidak hanya menekan umat Islam secara fisik, tetapi juga memblokade ekonomi dan sosial yang membuat kehidupan kaum Muslimin di Makkah semakin sulit. Hijrah menjadi jalan keluar strategis untuk membangun tatanan masyarakat baru yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid dan keadilan.
Di Madinah, Rasulullah SAW tidak hanya membangun masjid sebagai pusat spiritual, tetapi juga membangun pasar dan merancang sistem ekonomi yang adil sehingga umat Islam dapat mandiri dan tidak lagi bergantung pada kekuatan ekonomi Quraisy yang bisa jadi sistemnya kapitalistik.
Peristiwa hijrah adalah bukti bahwa melawan ketidakadilan tidak selalu harus dengan konfrontasi langsung, tetapi dengan membangun kekuatan baru yang lebih kokoh. Rasulullah SAW memahami bahwa untuk menghadapi kekuatan besar Quraisy, umat Islam harus memiliki basis ekonomi dan politik yang kuat. Di Madinah, Rasulullah SAW memulai perlawanan dengan membentuk Piagam Madinah, sebuah konstitusi yang menjadi dasar bagi kehidupan masyarakat yang majemuk dan berkeadilan.
Dalam konteks ini, hijrah adalah simbol perjuangan, bukan bentuk pelarian dari masalah. Rasulullah SAW menunjukkan bahwa perlawanan dapat dilakukan dengan cara membangun ekosistem baru yang sehat dan berkelanjutan.
Fenomena #KaburAjaDulu yang muncul di kalangan anak muda Indonesia bisa jadi sebagai sprit dari hijrah dalam ruang kekinian. Istilah ini mencerminkan respons generasi muda terhadap kondisi sosial dan ekonomi yang semakin sulit.
Sulitnya mencari pekerjaan, tingginya persyaratan administratif dalam lowongan kerja bahkan persyaratannya tidak logis, serta tidak meratanya kesempatan ekonomi membuat banyak anak muda merasa frustrasi dan tidak dihargai potensinya di negara sendiri.
Fenomena ini mencerminkan ketidakpuasan terhadap pemerintah yang gagal menciptakan ekosistem ekonomi yang sehat dan mendukung pengembangan potensi anak muda. Namun, kabur di sini bukan berarti menyerah, melainkan bentuk kritik sosial yang menggugah kesadaran akan perlunya perubahan struktural dalam sistem ekonomi dan ketenagakerjaan di Indonesia. Anak muda harus diberika kesempatan yang luas, jangan hanya mereka yang punya ‘bapak berkuasa’ yang diberikan keluasan. Cukup Gibran menjadi sejarah buruk bagi Indonesia.
Seperti halnya hijrah Rasulullah SAW, fenomena #KaburAjaDulu adalah bentuk konsolidasi kekuatan. Banyak anak muda yang memilih untuk meninggalkan Indonesia, lalu beralih membangun ekosistem sendiri melalui wirausaha, ekonomi kreatif, dan digitalisasi serta bekerja di di negara-negara lain dengan kepastian hidup yang lebih menjanjikan.
Mereka menciptakan kesemptan untuk dirinya sendiri, membentuk komunitas yang saling mendukung, dan mencari cara untuk bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi. Ini adalah bentuk perlawanan terhadap sistem yang tidak ramah, dengan membangun sistem baru yang lebih adaptif dan inklusif.
Baca juga: Perang Badar: Simbol Perlawanan Islam terhadap Ketidakadilan
Hijrah Rasulullah SAW menjadi inspirasi bagi generasi muda dalam menghadapi tekanan dan ketidakadilan ekonomi. Ketika sistem yang ada tidak lagi mampu menampung aspirasi dan potensi anak muda, maka membangun ruang baru yang lebih sehat dan berkeadilan menjadi pilihan strategis.
Fenomena #KaburAjaDulu bisa dilihat sebagai bentuk hijrah modern, di mana anak muda berusaha mencari lingkungan baru yang lebih memungkinkan mereka untuk berkembang. Kritik yang muncul dari fenomena ini adalah sinyal bagi pemerintah bahwa ada ketimpangan struktural yang perlu segera diperbaiki.
Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk membangun ekosistem ekonomi yang sehat, membuka lapangan kerja yang memadai, dan menyederhanakan persyaratan administratif dalam dunia kerja. Jika ini tidak segera dilakukan, maka fenomena #KaburAjaDulu akan menjadi lebih masif, dan anak muda akan semakin menjauh dari sistem formal yang dianggap tidak ramah dan tidak adil.
Dalam jangka panjang, ini bisa berdampak pada ketidakstabilan sosial dan ekonomi, karena potensi terbesar bangsa, yaitu anak mudanya, tidak dapat dioptimalkan dalam sistem yang ada, atau seperti saat ini, anak muda lari dari negaranya.
Anak muda yang memilih untuk kabur sejatinya tidak benar-benar melarikan diri dari masalah, tetapi sedang mencari ruang untuk mengembangkan potensi diri. Mereka beralih ke jalur informal, ekonomi kreatif, dan kewirausahaan sebagai cara untuk bertahan hidup dan membangun kehidupan yang lebih baik.
Ini adalah bentuk perlawanan diam yang perlu dibaca sebagai kritik struktural terhadap kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat muda. Mereka berusaha membangun Madinah versi mereka sendiri, ruang baru yang lebih adil dan lebih manusiawi.
Hijrah Rasulullah SAW mengajarkan bahwa membangun kekuatan ekonomi dan politik adalah kunci untuk melawan ketidakadilan. Dalam konteks modern, membangun ekosistem ekonomi yang adil dan mendukung pengembangan potensi anak muda adalah tugas utama pemerintah.
Jika pemerintah tidak mampu menciptakan iklim yang kondusif, maka anak muda akan terus melakukan hijrah simbolik, meninggalkan sistem formal dan mencari ruang baru yang lebih memungkinkan mereka berkembang.
Fenomena #KaburAjaDulu adalah refleksi dari ketidakpuasan terhadap kegagalan negara dalam menjalankan kewajibannya. Ketika lapangan kerja sulit, gaji rendah, dan biaya hidup tinggi, maka wajar jika anak muda merasa tidak lagi memiliki masa depan di dalam sistem yang ada.
Namun, semangat hijrah mengajarkan bahwa solusi tidak selalu datang dari sistem yang sudah ada, melainkan dengan membangun tatanan baru yang lebih berkeadilan. Bisa jadi harus ada revolusi dari sistem politik hingga ekonomu.
Hijrah bukanlah bentuk ketakutan atau pelarian, melainkan strategi untuk membangun kekuatan baru. Begitu pula dengan #KaburAjaDulu bukan berarti menyerah pada keadaan, tetapi memilih untuk membangun ruang baru di luar sistem yang dianggap gagal. Semangat hijrah Rasulullah SAW menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus berjuang, bukan dengan konfrontasi langsung, tetapi dengan membangun ekosistem baru yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan.