
MALANG – Dalam rangka memperkuat kembali nilai-nilai Tjokroisme di tengah tantangan global, Yayasan Peneleh Jang Oetama menggelar pengajian bulanan pada Sabtu (8/3) di Siniar Satu Nusantara, Malang. Acara ini menghadirkan Ketua Dewan Pembina Yayasan Peneleh Jang Oetama, Assoc. Prof. Aji Dedi Mulawarman yang juga merupakan dosen di Universitas Brawijaya Malang, sebagai pemateri utama.
Dalam pengajian tersebut, Aji Dedi Mulawarman menyampaikan pemaparan mendalam tentang konsep ideologi (isme), dinamika gerakan H.O.S. Tjokroaminoto, dan tantangan ideologi global yang kini makin merasuk dalam kehidupan masyarakat melalui perkembangan teknologi dan kapitalisme global.
Dalam penjelasannya, Aji Dedi Mulawarman membuka diskusi dengan membedah makna dasar dari isme. Menurutnya, isme adalah suatu paham atau ideologi yang terstruktur dan terorganisir, yang memiliki tujuan tertentu dalam memengaruhi pola pikir dan perilaku individu atau masyarakat.
“Dalam sejarah peradaban, isme lahir dari kegelisahan manusia dalam mencari kebenaran dan tatanan hidup yang ideal. Namun, tidak semua isme mengarah pada kebaikan. Banyak isme yang berakar pada materialisme, menjadikan manusia terjebak dalam pusaran kebendaan dan menjauh dari nilai spiritual,” jelas Aji Dedi.
Ia menambahkan bahwa isme-isme yang berujung pada materi pada akhirnya akan menggeser posisi agama menuju nihilisme. “Kapitalisme, sosialisme, humanisme, liberalisme—semua isme ini pada dasarnya berangkat dari pandangan materialistik, di mana kebahagiaan dan kesuksesan diukur dari kepemilikan materi dan kekuasaan. Ketika materi menjadi tujuan akhir, maka nilai-nilai spiritual dan agama akan terkikis perlahan-lahan, hingga akhirnya agama dianggap tidak relevan dalam kehidupan manusia modern,” tegasnya.
Aji Dedi Mulawarman mencontohkan bagaimana kapitalisme global saat ini telah memanipulasi kesadaran manusia dengan menciptakan standar kesuksesan berbasis materi dan konsumerisme.
“Kita bisa melihat bagaimana teknologi dan media sosial membentuk pola pikir masyarakat. Perang teknologi antara China dan Amerika, seperti persaingan Deepseek dengan Meta, hingga crypto melawan bank sentral, semuanya adalah perang ideologi berbasis materi. Di sinilah peran Tjokroisme menjadi penting untuk mengembalikan kesadaran umat akan nilai Tauhid dan spiritualitas,” ujarnya.
Dalam sesi pengajian tersebut, Aji Dedi Mulawarman juga mengulas kembali pemikiran dan pergerakan HOS Tjokroaminoto sebagai tokoh utama di balik lahirnya Tjokroisme. Ia menjelaskan bahwa H.O.S. Tjokroaminoto bukan hanya pemimpin Sarekat Islam yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, tetapi juga seorang pemikir yang membangun kesadaran rakyat melalui jalur organisasi massa dan pendidikan politik.
“H.O.S. Tjokroaminoto tidak pernah melawan penjajahan dengan senjata atau kekuatan militer, tetapi dengan membangun kesadaran rakyat melalui organisasi Sarekat Islam. Kesadaran ini bukan hanya soal politik, tetapi juga kesadaran spiritual yang berakar pada tauhid. H.O.S. Tjokroaminoto ingin membebaskan rakyat dari penjajahan fisik sekaligus penjajahan pemikiran dan ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai keislaman dan kebangsaan,” jelas Aji Dedi.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa dinamika Tjokroisme dalam menghadapi tantangan global hari ini harus melalui proses tazkiyah atau penyucian, baik dalam tataran individu maupun masyarakat. Tazkiyah an-nafs (penyucian diri) bertujuan untuk membersihkan batin dari pengaruh materialisme dan sekularisme, sementara tazkiyah al-ummah (penyucian umat) adalah upaya kolektif untuk membangun kesadaran umat dalam menghadapi pengaruh ideologi global yang bertentangan dengan nilai-nilai keislaman dan kebangsaan.
Menurut Aji Dedi Mulawarman, jika pada masa HOS Tjokroaminoto perlawanan dilakukan melalui organisasi massa dan pendidikan politik, maka saat ini perlawanan harus merespons bentuk kolonialisme modern yang menyusup melalui teknologi, sains, dan ekonomi politik liberal.
“Masalah kita hari ini bukan lagi kolonialisme fisik, tetapi hegemoni ideologi global yang mengatur bagaimana kita berpikir, berperilaku, dan menentukan nilai kesuksesan hidup. Oleh karena itu, penguatan nilai-nilai Tjokroisme menjadi sangat penting untuk membangun kembali kesadaran spiritual dan kemandirian ekonomi berbasis nilai Tauhid dan Kenusantaraan,” tegasnya.
Acara pengajian ini diakhiri dengan sesi diskusi interaktif antara peserta dan pemateri. Para peserta aktif bertanya tentang strategi membangun kesadaran spiritual di tengah derasnya arus informasi dan tekanan ekonomi global. Para Aktivis Peneleh menyepakati pentingnya memperkuat agenda pendidikan berbasis nilai-nilai Tjokroisme dan memperluas gerakan ekonomi rakyat yang mandiri dari pengaruh kapitalisme global.
Pengajian rutin selama bulan Ramadhan ini merupakan bagian dari rangkaian program Yayasan Peneleh Jang Oetama dalam memperkuat kembali nilai-nilai spiritual dan kebangsaan di tengah penetrasi ideologi global yang makin kuat. “Kita harus kembali pada Tauhid sebagai kebenaran sejati dan membangun kemandirian bangsa dengan menjadikan Tjokroisme sebagai fondasi gerakan intelektual dan ekonomi umat,” pungkas Aji Dedi Mulawarman. (JH/Red)