
tjokroisme
KORANPENELEH. ID – Padang Besar, Perlis – Assoc. Prof. Aji Dedi Mulawarman memaparkan konsep Tjokroisme dalam The 1st International Conference on Nusantara School of Thought 2025 yang berlangsung di Padang Besar, Perlis, Malaysia, pada Senin, 05 Februari 2025.
Dalam forum akademik yang bergengsi serta berskala internasional ini, ia menjelaskan bagaimana Tjokroisme merupakan sebuah ideologi dinamis yang berakar pada nilai-nilai Tauhid dan keunikan sosiologis-kultural Nusantara.
Dalam presentasinya, Assoc. Prof. Aji Dedi Mulawarman menguraikan bahwa Tjokroisme bukan sekadar gagasan statis, melainkan sebuah jalan pemikiran yang terus bergerak dan mengalami revaluasi sesuai dengan perkembangan zaman.
Dengan menekankan pentingnya keseimbangan antara nilai agama dan budaya lokal, Tjokroisme dianggap sebagai konsep yang dapat menjawab tantangan era modern tanpa kehilangan identitas Nusantara yang menjadi akar kebudayaannya.
Tjokroisme: Jalan Suci Nusantara

Dalam sesi utama presentasinya, Aji Dedi Mulawarman menjelaskan bahwa Tjokroisme adalah ideologi yang menekankan prinsip Tauhid sebagai pondasi utama, namun juga mengakomodasi realitas sosial dan budaya Nusantara. Ia menyebutkan bahwa ideologi ini bersifat dinamis dan terbuka terhadap perubahan, selama tetap berpijak pada kebenaran sejati dan nilai-nilai keislaman.
“Tjokroisme adalah sebuah sistem pemikiran yang tidak kaku dan mati. Ia terus bergerak, melakukan revaluasi, dan memperkuat dirinya agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. Namun, dalam setiap perubahan itu, ia tetap berlandaskan Tauhid serta keseimbangan dalam ruang sosial dan budaya Nusantara,” ujar Aji Dedi di hadapan para peserta konferensi.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa konsep ini bukan hanya berbicara tentang Islam sebagai agama, tetapi juga bagaimana Islam berintegrasi secara harmonis dengan kearifan lokal Nusantara. Dalam hal ini, Tjokroisme menolak ekstremisme, baik dalam bentuk fundamentalisme agama yang menolak budaya, maupun dalam bentuk sekularisme yang mengabaikan aspek spiritual.
“Tjokroisme memahami bahwa Nusantara memiliki identitas tersendiri yang tidak bisa dilepaskan dari nilai Islam. Namun, Islam yang berkembang di Nusantara juga memiliki karakter khas yang tidak bisa disamakan begitu saja dengan konteks Timur Tengah atau dunia Islam lainnya,” lanjutnya.
Konsep Tazkiyah dalam Tjokroisme
Dalam membangun pemahaman yang lebih mendalam mengenai Tjokroisme, Assoc. Prof. Aji Dedi Mulawarman memperkenalkan konsep Tazkiyah sebagai salah satu pilar utama dalam ideologi ini. Ia menjelaskan bahwa proses penyucian (Tazkiyah) diperlukan untuk memastikan bahwa setiap individu dan masyarakat dalam sistem Tjokroisme tetap berada dalam koridor yang benar.
Konsep Tazkiyah dalam Tjokroisme terbagi menjadi dua, yaitu Tazkiyah an-Nafs dan Tazkiyah al-Ummah. Tazkiyah an-Nafs merujuk pada penyucian diri secara individu, di mana seseorang harus senantiasa membersihkan hati dan pikirannya dari berbagai pengaruh negatif, baik berupa kesombongan, keserakahan, maupun pemikiran yang menyimpang dari nilai-nilai Tauhid.
Sementara itu, Tazkiyah al-Ummah menitikberatkan pada penyucian dalam skala sosial, di mana sebuah komunitas atau bangsa harus senantiasa menjaga moralitas, keadilan, serta keseimbangan dalam kehidupan sosial dan budayanya.
“Tjokroisme bukan hanya berbicara tentang bagaimana seseorang menjaga dirinya agar tetap bersih secara spiritual, tetapi juga bagaimana sebuah masyarakat menjaga keharmonisannya dengan prinsip Islam dan budaya yang telah diwariskan oleh para leluhur Nusantara,” jelas Aji Dedi.
Tjokroisme dalam Konteks Nusantara
Dalam sesi diskusi yang berlangsung setelah presentasi, beberapa peserta mengajukan pertanyaan mengenai relevansi Tjokroisme di tengah arus globalisasi yang semakin menguat. Menanggapi hal tersebut, Aji Dedi menegaskan bahwa justru di era globalisasi ini, ideologi berbasis budaya seperti Tjokroisme semakin dibutuhkan untuk menjaga identitas suatu bangsa.
“Banyak negara saat ini menghadapi tantangan dalam menjaga identitasnya. Nusantara memiliki warisan pemikiran yang kaya, dan kita tidak boleh kehilangan akar tersebut. Tjokroisme adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa kita tetap bisa menghadapi tantangan modern tanpa kehilangan jati diri kita sebagai bangsa yang berlandaskan Tauhid dan budaya Nusantara,” katanya.
Ia juga menyoroti pentingnya peta jalan fraktal ideologi dalam Tjokroisme, di mana pemikiran ini memiliki kerangka kerja yang dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pendidikan, ekonomi, hingga kebijakan sosial.
“Tjokroisme bukan sekadar gagasan, tetapi juga memiliki peta jalan yang jelas dalam implementasinya. Ini bisa menjadi model dalam membangun sistem pendidikan yang berbasis nilai-nilai Islam dan budaya, serta dalam menciptakan kebijakan yang lebih adil dan berkelanjutan,” ungkapnya.
Respon Akademisi dan Peserta Konferensi

Paparan Assoc. Prof. Aji Dedi Mulawarman dalam forum internasional ini mendapat apresiasi dari berbagai kalangan akademisi dan peserta yang hadir. Prof, M. Reevany Bustomi akademisi CENPRIS Universiti Sains Malaysia, menyatakan bahwa konsep tersebut menarik karena mampu menjembatani nilai-nilai Islam dengan keunikan budaya lokal.
“Dalam banyak kasus, kita sering melihat Islam dan budaya ditempatkan dalam posisi yang berlawanan. Namun, melalui konsep Tjokroisme, kita bisa memahami bahwa keduanya bisa berjalan beriringan tanpa harus saling menegasikan. Ini adalah perspektif yang sangat penting dalam memahami keberagaman Islam di Nusantara,” ujar Prof. Reevany.
Prof. Reevany juga mengaku bersyukur dapat bekerjasama dengan Peneleh Research Institute sebagai peneguh Tjokroisme. Sementara itu, KH. Prof. Fathoni Hasyim Latief, Presiden ADRI dan Pembina Universitas Maarif Hasyim Lathif Sidoarjo, menilai bahwa Tjokroisme bukan sekadar gagasan, tetapi sebuah peta jalan yang relevan bagi Nusantara.
“Ini bukan hanya warisan sejarah, tetapi panduan bagi kita dalam merumuskan kebijakan berbasis nilai-nilai kebangsaan dan keislaman. Sudah saatnya kita menjadikannya agenda utama dalam kajian akademik dan arah pembangunan bangsa,” tegasnya.
Konferensi The 1st International Conference on Nusantara School of Thought 2025 ini menjadi ajang pertukaran gagasan bagi para akademisi dari berbagai negara. Dengan hadirnya konsep Tjokroisme dalam forum ini, diharapkan wacana mengenai Islam Nusantara yang berakar pada nilai Tauhid dan budaya lokal dapat semakin berkembang dan menjadi alternatif dalam menghadapi tantangan zaman.
Paparan Assoc. Prof. Aji Dedi Mulawarman tentang Tjokroisme tidak hanya memberikan perspektif baru tentang ideologi Nusantara, tetapi juga membuka ruang diskusi yang lebih luas mengenai bagaimana Islam dapat terus berkembang dalam harmoni dengan budaya tanpa kehilangan esensinya.
Editor: Ahmad Bagus Kazhimi