
donald trump
Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali melontarkan pernyataan yang memantik reaksi negatif dari seluruh dunia. Hal itu terjadi setelah ia mengatakan in mengambil alih Gaza. Momentumnya pun seperti sengaja dibuat begitu pas, yakni saat ia dikunjungi Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel.
“Saya ingin AS memiliki Gaza dalam jangka panjang. Hal ini pasti akan membawa stabilitas kawasan. Ini bukan keputusan ringan. Semua orang yang saya ajak bicara sangat suka tentang ide AS memiliki sekeping tanah itu,” ujar Trump di Gedung Putih.
Tak sampai di situ, Trump juga mengumbar janji surga. Bahwa jika AS menguasai Gaza, kelak tempat itu akan dibuat makmur dan membuka ribuan lapangan pekerjaan. Ia merencanakan Gaza sebagai tempat wisata di kawasan Timur Tengah.
Netanyahu pun seakan kegiarangan dengan apa yang terlontar dari mulut Trump. Ia bahkan menyebut presiden Amerika Serikat yang juga seorang pebisnis itu sebagai sosok yang dicintai begitu dalam oleh rakyat Israel.
Baca juga: Kebijakan Plin Plan Pemerintah Sebabkan Masyarakat Kesulitan Membeli LPG 3 Kg
Pernyataan dari Trump tersebut tentu menimbulkan reaksi dari banyak pihak. Hamas menjadi pihak yang paling lantang bersuara. Mereka menuding Trump ingin menjajah dan menghapus warga Palestina secara total.
Abdel Latif al-Qanou, juru bicara Hamas, menggambarkan Trump sebagai sosok rasis yang bersekutu dengan sayap kanan Israel. Rencana Trump itu menurut Hamas justru akan merusak stabilitas di kawasan Timur Tengah.
Negara Barat pun turut bersuara. Jerman melalui Perdana Menteri Annalena Baerbock mengatakan bahwa Gaza adalah milik warga Palestina. Penduduk Gaza tidak boleh diusir dan kawasan tersebut juga tidak bisa diduduki secara permanen atau dihapus populasinya. Hal ini tidak bisa diterima oleh tata hukum internasional.
Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, juga menolak tegas ide Trump. Menurutnya, warga Palestina harus bisa hidup sejahtera di tanah air mereka sendiri. Sementara itu, Mesir juga mendorong kembali pembangunan Gaza tanpa mengusir warganya.
Penolakan serupa juga datang dari Turki, Prancis, hingga Tiongkok. Juru bicara kementerian luar negeri Tiongkok, Lin Jian, menyatakan bahwa prinsip dasar setelah perang di Gaza adalah warga Palestina harus memimpin wilayahnya sendiri. (ABK/Red)