
kampus kelola tambang
Oleh: Ahmad Bagus Kazhimi
Belum lama ini, muncul wacana kampus mendapatkan hak untuk mengelola usaha tambang. Artinya, tidak cuma organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang akan mendapat izin usaha pertambangan (IUP). Kampus pun akan mendapatkan jatah konsesi tambang dengan dalih pentingnya dukungan keuangan bagi institusi pendidikan tinggi di seluruh daerah.
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah menyepakati perubahan keempat atas UU No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) resmi menjadi Rancangan Undang-Undang (RUU) usul inisiatif DPR RI dalam rapat paripurna di Senayan, Jakarta, Kamis, 23 Januari 2025 lalu.
Ada empat poin baru yang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam Revisi UU Minerba. Pertama, terkait percepatan hilirisasi mineral dan batu bara. Kedua, terkait aturan pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. Ketiga, terkait pemberian IUP kepada perguruan tinggi. Keempat, terkait pemberian IUP untuk UMKM.
Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua DPR RI, menyatakan bahwa kampus-kampus perlu mengelola tambang, terutama untuk memiliki tambahan sumber pemasukan untuk program-program mereka. Namun, ia mempersilakan aturan lebih detail terkait pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi itu untuk dibahas lebih lanjut. Sehingga pemberian IUP itu bisa mendapat manfaat yang maksimal.
Perlu diketahui bahwa Badan Legislasi DPR RI sudah menggelar rapat untuk membahas Rancangan UU tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba). Dalam pembahasan ini, ada sejumlah tambahan pasal. Salah satunya pasal yang mengatur perguruan tinggi bisa mengelola tambang. Tentu saja, aturan tersebut disambut baik oleh sejumlah pihak. Termasuk Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek).
Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro bahkan sempat hadir dalam rapat bersama Komisi X DPR RI tersebut. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendiktisaintek Togar M Simatupang mengatakan pihaknya akan mengikuti kebijakan tersebut apabila benar-benar telah ditetapkan oleh para pihak terkait.
Nada setuju juga diberikan oleh Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) Eduart Wolok. Kesempatan mengelola tambang bisa membantu kampus dalam mendapatkan tambahan penghasilan untuk operasional yang dibutuhkan.
Ia menyebut itu sebagai keleluasaan akses pemerintah kepada perguruan tinggi terkait income masing-masing universitas. Eduart juga berdalih hal itu bisa menjadi salah satu alasan untuk menahan kenaikan UKT yang sempat ramai beberapa waktu lalu, atau lebih jauh lagi bisa menurunkan beban biayanya.
Baca juga: “Jokowi Power” Segera Dibumihanguskan?
Meskipun demikian, perspektif berbeda juga datang mengenai wacana kampus kelola tambang. Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid, tidak setuju dengan insentif berupa konsesi tambang terhadap kampus-kampus di Indonesia.
Penolakan wacana izin tambang untuk perguruan tinggi tersebut berkaitan dengan logika kampus dan logika bisnis yang berseberangan. Menurutnya, logika kampus yang sejatinya dijalankan dengan prinsip nirlaba berpotensi dirusak dengan logika bisnis.
Serikat Pekerja Kampus (SPK) turut menyuarakan penolakan mereka terhadap beleid yang ada dalam Pasal 51A Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertambangan Mineral dan Batubara atau RUU Minerba yang menjadi dasar pemberian konsesi tambang ke kampus.
Dhia Al Uyun selaku ketua SPK mengatakan penolakan tersebut didasari adanya kemungkinan konflik kepentingan dalam pemberian izin tambang tersebut. Menurutnya, kampus seharusnya berperan dalam mencegah perubahan iklim serta menjamin keberlanjutan sumber daya alam, bukan malah ikut berbisnis tambang.
Jika kita mencoba memahami gambaran besar di balik fenomena kampus kelola tambang, maka resiko yang juga bisa muncul atas kebijakan tersebut ialah bisa menumpulkan kritisisme kampus terhadap apa yang dilakukan pemerintah pada masa mendatang.
Kita telah melihat bagaimana sejak periode kedua Jokowi bagaimana kampus-kampus tertidur begitu lelap akibat rangkulan istana terhadap para guru besar serta rektor yang ada di seluruh Indonesia. Syahdan mereka kemudian terbangun cukup telat menjelang transisi kekuasaan pada akhir tahun lalu.
Belajar dari apa yang telah terjadi sebelumnya, maka yang hilang sebenarnya adalah akal sehat akibat terbuai oleh imbalan yang diberikan oleh pihak yang berkuasa. Maka dari itu, jangan sampai wacana kampus mengelola tambang menjadi pintu masuk berikutnya hilangnya akal sehat para civitas akademika yang ada di kampus tertentu karena gelontoran uang hasil usaha tambang.