
jokowi power
Oleh: Hendra Jaya (Anggota Dewan Syuro Aktivis Peneleh)
Sudah lebih dari 100 hari Prabowo Subianto memimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bersama Gibran Rakabuming Raka dan jajaran menteri yang diumumkan setelah pelantikan pada 20 Oktober lalu, pemerintahan baru ini telah bergerak menjalankan program-programnya.
Namun, satu hal yang tak bisa diabaikan adalah masih kuatnya pengaruh Jokowi Power dalam berbagai aspek pemerintahan. Pertanyaannya, sampai kapan Prabowo akan tetap berada di bawah bayang-bayang sosok Jokowi?
Sebagai seorang pemimpin, apalagi dengan latar belakang militer dan pengalaman sebagai Komandan Kopassus, Prabowo tentu tidak ingin selamanya berada di bawah intervensi Jokowi dan lingkarannya. Kini dialah presidennya, bukan Jokowi lagi.
Maka, secara logika kekuasaan, Prabowo harus benar-benar menjadi pemegang kendali penuh, bukan justru tersandera oleh kekuatan politik dari pemerintahan sebelumnya. Seiring berjalannya waktu, muncul berbagai spekulasi bahwa Prabowo tengah mengatur strategi untuk melemahkan dominasi Jokowi Power dalam kabinetnya.
Salah satu langkah awal yang santer diperbincangkan adalah evaluasi kinerja para menteri. Jika diperhatikan, beberapa survei dan analisis yang beredar di media sosial menunjukkan adanya sejumlah menteri yang dianggap berkinerja buruk dan layak untuk diganti dalam reshuffle mendatang.
Menariknya, jika dicermati lebih dalam, sebagian besar nama yang masuk dalam kategori “menteri berkinerja buruk” berasal dari kubu Jokowi. Sebut saja Bahlil Lahadalia, Natalius Pigai, Raja Juli Antoni, Budi Arie Setiawan, dan beberapa nama lainnya. Tentu muncul pertanyaan apakah ini murni evaluasi kinerja atau bagian dari strategi politik Prabowo untuk membersihkan kabinetnya dari pengaruh Jokowi?
Strategi Politik: Membentuk Opini Publik
Dalam politik, opini publik adalah alat yang sangat kuat untuk mengarahkan kebijakan. Tidak mengherankan jika kini mulai banyak riset dan survei yang mengkritik kinerja sejumlah menteri dari era Jokowi. Bahkan, beberapa media mulai mengangkat isu perlunya reshuffle kabinet guna memperkuat efektivitas pemerintahan Prabowo.
Jika melihat pola ini, besar kemungkinan ini bukan sekadar evaluasi biasa, melainkan langkah awal Prabowo untuk memperlemah dominasi Jokowi Power. Dengan menciptakan narasi bahwa beberapa menteri loyalis Jokowi tidak bekerja secara optimal, Prabowo dapat membangun legitimasi untuk mengganti mereka dengan orang-orang yang lebih loyal kepada dirinya.
Baca juga: Guru Ngaji dan Perekonomian Negara. Ya Berpengaruh Bangetlah
Meskipun hubungan Prabowo dan Jokowi terlihat harmonis di depan publik, politik selalu memiliki dinamika tersendiri. Prabowo tentu menyadari bahwa selama masih ada figur-figur kuat yang loyal kepada Jokowi di kabinet, dirinya tidak bisa sepenuhnya leluasa dalam mengambil keputusan.
Oleh karena itu, membersihkan kabinet dari pengaruh Jokowi bisa menjadi langkah logis berikutnya. Namun, Jokowi tentu tidak akan tinggal diam. Dengan jaringan politik yang luas dan pengaruh yang masih kuat di berbagai lembaga negara, Jokowi bisa saja menghalangi upaya ini. Ia masih memiliki basis loyalis yang solid, baik di parlemen maupun di berbagai institusi strategis lainnya.
Dalam menghadapi situasi ini, Prabowo memiliki beberapa opsi yang bisa dilakukan. Pertama ialah dengan melakukan reshuffle secara bertahap, yakni mengganti para menteri loyalis Jokowi secara perlahan, dengan alasan perbaikan kinerja kabinet.
Kedua adalah mengkooptasi loyalis Jokowi, bukan dengan langsung menggantinya. Prabowo bisa mencoba menarik beberapa menteri Jokowi ke dalam orbitnya dengan berbagai insentif politik. Ketiga yakni dengan konfrontasi Terbuka. Jika ketegangan semakin tinggi, Prabowo bisa memilih jalur konfrontasi langsung dengan Jokowi, meskipun ini berisiko menciptakan instabilitas politik.
Akankah Jokowi Berani Melawan?
Jokowi, meskipun sudah tidak lagi menjabat sebagai presiden, tetap memiliki pengaruh besar, terutama melalui jaringan politiknya. Dengan Gibran sebagai Wakil Presiden, Jokowi masih memiliki pintu masuk dalam pemerintahan. Selain itu, loyalisnya di parlemen dan partai politik bisa menjadi penghalang bagi Prabowo jika ia terlalu agresif dalam membersihkan kabinet.
Skenario lain yang mungkin terjadi adalah Jokowi justru memainkan peran di belakang layar, mengontrol situasi tanpa harus berada di panggung utama. Jika Prabowo ingin menghapus Jokowi Power, ia harus memastikan bahwa dirinya memiliki dukungan politik yang cukup kuat untuk menghadapi potensi perlawanan.
Seiring waktu, kita akan melihat apakah Prabowo benar-benar berani membumi hanguskan pengaruh Jokowi dalam pemerintahannya, atau justru memilih jalan kompromi. Yang jelas, dinamika politik dalam beberapa bulan ke depan akan sangat menarik untuk disimak.
Apakah Prabowo akan mampu keluar dari bayang-bayang Jokowi, atau justru tetap berada dalam orbitnya? Jawabannya tergantung pada strategi politik yang ia mainkan serta respons dari Jokowi dan para loyalisnya. Yang pasti, pertarungan kekuasaan ini masih jauh dari kata selesai. Kita tunggu saja!
Editor: Ahmad Bagus Kazhimi