MK Kabulkan Gugatan Presidential Threshold, Kontestasi Pilpres 2029 Terbuka Lebar Bagi Setiap Orang

KORANPENELEH.ID – Awal tahun 2025, Mahkamah Konstitusi memberikan angin segar bagi banyak orang, terutama mereka yang berencana menjadi kontestan dalam pemilihan presiden mendatang. Hal itu dipastikan setelah MK mengabulkan permohonan pengujian presidential threshold melalui melalui putusan MK No.62/PUU-XXII/2024 pada hari Kamis (02/01) lalu.

Secara tegas, para hakim MK yang bersidang menyatakan presidential threshold dinyatakan inkonstitusional, atau tidak sejalan dengan konstitusi yang dianut oleh pemerintah republik Indonesia. Sebagaimana kita ketahui, bahwa syarat presidential threshold sebesar 20 persen yang sebelumnya berlaku ini menjadi hambatan utama bagi partai politik untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden pilihan mereka sendiri.

Fenomena itu terlihat dalam Pilpres 2014 dan 2019 lalu yang hanya memunculkan dua paslon, sehingga tak jarang polarisasi yang dihasilkan dari kontestasi ini begitu dahsyat hingga masuk ke relung kehidupan masyarakat yang terdalam. Sebut saja bagaimana pertemanan atau pernikahan bisa retak begitu saja hanya karena perbedaan politik lima tahunan itu terjadi di kehidupan nyata.

Keputusan ini ibarat kabar baik yang datang di tengah gempuran berita buruk yang datang dari penyelenggara pemerintah. Meskipun demikian, konsekuensi dari putusan ini juga bukan tanpa resiko. Dengan dihapuskannya presidential threshold, tak menutup kemungkinan munculnya lebih dari lima pasangan calon (paslon) yang bisa berkontestasi dalam Pilpres 2029 nanti.

Baca juga: Kongres II Aktivis Peneleh Segera Diselenggarakan: Meneguhkan Kembali Jangkar Kebudayaan dan Peran Penting Pendidikan bagi Masa Depan Indonesia

Gugatan mengenai presidential threshold yang akhirnya dikabulkan ini datang dari empat mahasiswa asal UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna. Keempatnya bersal dari fakultas syariah dengan konsentrasi studi hukum Islam.

Apresiasi layak diberikan kepada empat mahasiswa yang berani menguji kebijakan yang telah terbukti menjadi batu sandungan banyak orang dalam mendapatkan haknya untuk dicalonkan sebagai seorang presiden. Mereka bahkan tidak menggunakan pengacara dalam proses pelayangan gugatan yang diajukan. Mengenai legal standing yang dipilih pun diputuskan secara bersama, yakni sebagai subjek demoktasi, bukan objek demokrasi.

Ambang batas 20 persen ini sebenarnya sudah sering digugat ke MK sejak belasan tahun lalu. Tercatat setidaknya 36 kali gugatan mengenai hal ini dilayangkan. Banyak di antara penggugat itu juga tokoh ternama seperti Yusril Ihza Mahendra, Effendi Gazali, dna lain sebagainya. Alasannya pun serupa, bahwa presidential threshold ini tak adil dan bertentangan dengan etika dan moral politik.

Keputusan MK ini memang layak disyukuri, karena dengan putusan ini kerikil besar berupa presidential threshold telah dihapuskan. Gelanggang kontestasi pemilihan presiden tahun 2029 mendatang pun akan lebih menarik untuk diikuti. Apalagi jika paslon yang berlaga memiliki kompetensi dan kapabilitas yang layak dan tidak berasal dari produk suntikan yang dipaksakan. (ABK/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *