Kurang dari seminggu lagi, pemerintahan Joko Widodo selaku presiden selama sepuluh tahun terakhir akan benar-benar berakhir. Kita semua sudah tahu siapa yang akan menjadi penggantinya. Melalui pemilihan presiden yang telah dihelat Februari lalu, Prabowo Subianto tampil menjadi pemenang dalam kontestasi merebutkan orang nomor satu di negeri ini.
Dalam dinamika menuju pemilihan presiden Indonesia kedelapan lalu, tampak begitu jelas bahwa citra yang ditampilkan Prabowo ialah menjadi penerus estafet kebijakan dan program pemerintah yang telah dilakukan oleh Jokowi. Meskipun demikian, masih adakah ruang untuk berharap kepada pemerintahan Prabowo Subianto nanti?
Menjelang pelantikannya yang akan dilakukan pada 20 Oktober nanti, manuver pun dilakukan oleh Prabowo untuk mempersiapkan pemerintahannya selama lima tahun ke depan. Nama-nama yang akan menduduki kursi menteri, wakil menteri, hingga kepala badan pun telah dipanggil secara bertahap pada Senin (14/10) dan Selasa (15/10) kemarin.
Orang-orang lama seperti Airlangga Hartarto, Bahlil Lahadalia, Sri Mulyani, Zulkifli Hasan, Tito Karnavian, Amran Sulaiman, Budi Gunadi Sadikin hingga Erick Thohir masih tampak dalam rombongan yang datang secara bergantian ke kediaman Prabowo yang ada di Jalan Kertanegara.
Dari kalangan tim pemenangan, tampak nama-nama seperti Rosan Roeslani, Anis Matta, Fadli Zon, Fahri Hamzah, Raja Juli Antoni, serta Aminuddin Ma’ru turut meramaikan bursa calon menteri pembantu Prabowo dalam kabinet yang ia sebut-sebut sebagai kabinet zaken.
Penamaan ini mengacu pada komposisi menteri yang diisi oleh kombinasi para profesional, teknokrat, dan politisi. Format ini pernah digunakan oleh Djuanda pada masa demokrasi liberal, yang mana waktu itu juga merupakan kabinet terakhir dari sejarah sistem parlementer di Indonesia.
Baca juga: Riset ICW Temukan Fakta Mayoritas Anggota DPR Pebisnis, Masyarakat Perlu Bersikap Kritis
Pada masa itu, kabinet dipimpin oleh Perdana Menteri Ir. Djuanda Kartawidjaja dan mulai bertugas sejak 09 April 195 hingga 10 Juli 1959. Penggunaan nama zaken kabinet itu juga merupakan manifestasi dari kabinet extra-parlementer, yakni komposisi kabinet yang ditetapkan tanpa melihat jumlah kursi yang ada di parlemen.
Dengan konsep tersebut, wajar kemudian jika kabinet Prabowo nanti digadang-gadang menjadi kabinet gemuk yang berusaha untuk mengakomodir kepentingan para pendukungnya yang telah berjuang hingga titik darah penghabisan dalam memenangkan kontestasi pemilihan presiden lalu.
Secercah harapan sebenarnya sempat muncul saat nama-nama profesional dan pakar yang ahli di bidangnya juga ikut dipanggil. Abdul Mu’ti yang diproyeksikan menempari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Nasaruddin Umar di pos Menteri Agama. Natalius Pigai yang akan menjadi Menteri HAM, Hanif Faisol Nurofiq, Arifatul Choiri Fauzi, Satryo Soemantri Brodjonegoro, Yassierli, hingga Veronica Tan.
Akan tetapi, segala kemungkinan masih terbuka hingga pelantikan para menteri, wakil menteri, hingga kepala badan benar-benar dilakukan oleh Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming Raka yang akan menjadi nahkoda pemerintahan selama lima tahun ke depan.
Satu hal yang jelas, tugas Prabowo tentu tidak mudah. Apalagi ia membawa beban cukup berat karena mendapuk diri sebagai penerus Jokowi, yang mana citra figur publik terakhir namanya terus disorot secara negatif selama satu tahun terakhir akibat manuver-manuver politiknya atau kebijakan yang begitu kentara dilandasi oleh ambisi politik pribadinya.
Sejarah akan mencatat dengan jelas apakah langkah yang dilakukan Prabowo benar-benar tepat? Atau justru ia akan melakukan blunder besar yang membawa dampak tidak baik bagi masa depan bangsa ini? Mari kita nantikan jawabannya beberapa pekan ke depan. (Red)
Penulis: Ahmad Bagus Kazhimi