
KORANPENELEH.ID – Melalui penelitian yang telah dilakukan, Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan bahwa 61% dari anggota DPR 2024–2029 yang baru saja dilantik merupakan pebisnis. Sekadar informasi, terdapat 580 anggota DPR yang telah dilantik awal Oktober lalu untuk masa jabatan selama lima tahun ke depan.
Lebih lanjut, temuan ICW soal dominasi pebisnis di Parlemen Senayan itu merupakan hasil penelusuran cepat sebagaimana tercantum dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengenai profil para anggota DPR terpilih.
Angka 61% dari anggota DPR yang dimaksud ICW dalam temuannya itu setara dengan 354 dari total 580 orang. Secara spesifik, mereka diketahui memiliki latar belakang atau terlibat dalam sektor bisnis di berbagai bidang.
Dalam paparannya, ICW menilai permasalahan tersebut tidak jauh dari penyakit laten anggota DPR, yakni lingkaran setan korupsi politik. Biaya politik tinggi yang harus dikeluarkan untuk berpartisipasi dalam proses pemilihan umum di Indonesia membuat mereka memainkan kartu politik uang yang sayangnya masih menjadi senjata ampuh untuk memenangkan hati rakyat kebanyakan.
Alhasil, saat mereka terpilih sebagai perwakilan rakyat selama lima tahun ke depan membuatnya lupa untuk fokus pada pembuatan kebijakan yang pro-rakyat, tetapi justru lebih terfokus dalam mengembalikan ongkos politik yang telah dikeluarkan sebelumnya.
“Oleh karenanya, mereka yang mampu turut serta dalam politik praktis maupun pemilihan umum hanyalah individu-individu yang memiliki sumber daya material yang kuat atau setidaknya harus memiliki kedekatan dengan para pemodal-pemodal kaya,” ungkap pernyataan resmi dari ICW.
Situasi tersebut dinilai ICW akan menimbulkan perburuan rente. Artinya, biaya politik yang mahal akan dibayat dengan kebijakan yang pro-oligarki serta adanya permainan anggaran yang dijadikan sarana bagi-bagi kue ke sesama anggota DPR terpilih.
Baca juga: Mencegah Kemungkinan Kemenangan Paslon Melawan Kotak Kosong dalam Pilkada 2024
Tak hanya itu, ICW kemudian mengungkap data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bahwa DPR bahkan menjadi salah satu lembaga terkorup. Sejak 2004 hingga 2023, terdapat 76 kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR.
Selain biaya politik yang terlewat mahal, transparansi pengelolaan dana partai politik yang minim serta tidak memadainya regulasi yang dapat menangkal masuknya kepentingan-kepentingan oligarki melalui sumbangan-sumbangan legal maupun ilegal kepada partai politik menjadikan terjadinya pembajakan demokrasi di Indonesia.
Konsekuensinya, situasi tersebut ikut memengaruhi fungsi legislasi DPR. Misalnya, DPR dinilai cenderung lebih kilat dan secara tidak partisipatif dalam membahas RUU yang jelas-jelas ditentang oleh publik dan mengabaikan sejumlah RUU yang bertahun-tahun mandek sekalipun telah didesak untuk segera disahkan.
Dari total 263 RUU di Prolegnas 2019–2024, hanya 26 RUU yang berhasil disahkan hingga akhir masa jabatan DPR 2019–2024. Melihat temuan sementara ini, ICW memperkirakan tren buruk di atas bakal terus berlanjut.
“Dengan banyaknya latar belakang politisi pebisnis di DPR periode ini, konflik kepentingan antara kepentingan privat (mengakumulasi keuntungan bisnis) dan kepentingan publik (yang mungkin tidak secara langsung ‘menghadirkan uang’) menjadi sulit terhindarkan,” lanjut ICW. Oleh karena itu, masyarakat perlu bersikap kritis terhadap para anggota DPR terpilih. (ABK/Red)