Oleh: Anik Meilinda (Pemimpin Redaksi Koran Peneleh)
Sepak terjang dan perjuangan perempuan di Indonesia tidak pernah berhenti. Selalu ada sosok yang menginspirasi di setiap generasi. Kaum perempuan senantiasa melakukan pergerakan terhadap pemberdayaan diri dan kaumnya. Perempuan tak pernah tinggal diam begitu saja.
Rohana Kudus (1884-1972) dengan kecerdasan dan kepiawaiannya perlahan membebaskan perempuan Minangkabau dari posisi termarginalkan. Menurut Nur Hasan (2023), ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal ini.
Pertama, karena faktor budaya. Pada masa itu, perempuan identik dengan ranah domestik. Mereka kerap dianekdotkan dengan “sumur, dapur, kasur”. Dalam bahasa lain, perempuan hanya berperan pada ranah domestik seperti mencuci, memasak, dan beranak-pinak.
Kedua, rendahnya kesadaran perihal pemberdayaan perempuan. Pendidikan bagi perempuan Minang masih sangat tabu, bahkan dibatasi oleh tradisi. Perempuan dianggap tidak perlu mengenyam pendidikan. “Toh mereka akan becengkrama dengan ranah pelayan rumah tangga saja,” ujar mayoritas masyarakat Minang yang masih belum tercerahkan.
Melihat realita yang memilukan itu, Rohana Kudus tidak tinggal diam. Lahir di Koto Gadang, Sumatera Barat, Rohana Kudus sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran progresif pada masanya, khususnya mengenai peran perempuan dalam masyarakat.
Ia mendirikan surat kabar perempuan bernama Soenting Melajoe pada tahun 1912, menjadikannya salah satu editor surat kabar perempuan pertama di Indonesia. Surat kabar ini penting karena menyediakan ruang untuk mendiskusikan isu-isu perempuan, termasuk pendidikan, hak-hak perempuan, peran sosial, serta tak jarang mengangkat topik-topik yang jarang dibahas dalam wacana publik.
Selain berkiprah di bidang jurnalistik, Rohana Kudus juga aktif di bidang pendidikan. Dia mendirikan sekolah untuk perempuan di kampung halamannya yang berfokus pada penyediaan pendidikan formal dan keterampilan praktis seperti menjahit dan menenun.
Inisiatif ini merupakan bagian dari misinya yang lebih luas untuk memberdayakan perempuan melalui pendidikan, memungkinkan mereka mencapai kemandirian dan kedudukan sosial yang lebih besar. Rohana Kudus dikenal sebagai pelopor hak-hak dan pendidikan perempuan, serta berkontribusi besar dalam perjuangan kesetaraan gender yang sedang berlangsung hingga saat ini.
Biografi dan Perjalanan Intelektual
Rohana lahir di Koto Gadang , Bukittinggi, Sumatera Barat, 20 Desember 1884 M. Ayahnya bernama Muhammad Rasjad Maharadja Soetan, sedangkan ibunya bernama Kiam. Ayahnya merupakan seorang jurnalis dan pegawai pemerintah Hindia Belanda. Adapun, ibunya ialah seorang ibu rumah tangga seperti kebanyakan ibu-ibu lain pada umumnya ketika itu.
Rohana Kudus merupakan saudara sebapak dengan Syahrir (Ketua Partai Sosialis Indonesia). Kemampuan baca tulisnya ia dapatkan dari Sekolah Rakjat (SR) khusus pribumi di Koto Gadang yang dicetuskan oleh mendiang ayahnya.
Selain membaca majalah-majalah yang dibawakan ayahnya, ia juga membaca berbagai literatur berbahasa Arab dengan beragam topik. Ia juga diketahui pandai bahasa Arab, Belanda, dan Indonesia. Kepandaiannya itu ia peroleh dari didikan sang ayah.
Beruntungnya Rohana karena mendapatkan fasilitas yang baik dari keluarganya. Namun, tidak demikian dengan perempuan-perempuan lain di masanya saat itu. Di tengah kehidupan masyarakat Minangkabau yang menjunjung tinggi nilai Islam, nyatanya pendidikan untuk kaum perempuan masih sangat jarang ditemukan dan bisa diakses oleh khalayak luas.
Selain mendapatkan pelajaran dari keluarganya, ia juga banyak belajar saat menjadi anak angkat dari seorang Jaksa Alahan Panjang. Pengalaman itu dimulai saat ia berusia enam tahun. Atas pendidikan yang diberikan istri dari jaksa itu, Rohana semakin tumbuh menjadi perempuan yang pandai dan peka terhadap situasi.
Selama tinggal di Alahan Panjang, ia kerap membaca secara lantang buku-buku di teras rumahnya, sehingga anak-anak di sekitarnya tertarik dan kerap mendengarkannya membaca dengan nyaring. Di usianya yang baru menginjak 10 tahun, ia sudah berani menjadi mentor bagi teman sebayanya untuk membaca dan menulis.
Kontribusi Rohana Kudus dalam Pendidikan dan Pemberdayaan Perempuan
Rohana mendirikan sekolah untuk perempuan yang bernama Sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) pada tahun 1911 di Padang Panjang, Sumatera Barat. Sekolah ini bertujuan untuk memberikan pendidikan keterampilan kepada perempuan, terutama dalam bidang kerajinan tangan seperti bordir dan tenun agar mereka bisa mandiri secara ekonomi. Melalui pendidikan ini, Rohana berusaha mengangkat derajat perempuan dan mendorong mereka untuk menjadi lebih mandiri.
Selain melalui pendidikan, Rohana Kudus juga berperan dalam pemberdayaan perempuan melalui media. Ia mendirikan surat kabar Soenting Melajoe yang menjadi media bagi perempuan untuk menyuarakan pendapat mereka dan memperjuangkan hak-hak mereka.
Surat kabar ini menjadi wadah bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam diskusi publik, yang mana pada saat itu agenda semacam itu masih sangat jarang ditemui dan menjadi sebuah budaya.
Melalui karya dan perjuangannya, Rohana Kudus berperan penting dalam menginspirasi dan memperjuangkan kesetaraan gender serta pendidikan bagi perempuan di Indonesia. Ia adalah contoh nyata bagaimana pendidikan dan media dapat digunakan sebagai alat untuk pemberdayaan dan perubahan sosial.
Baca juga: Bukti Cinta Ilmu Fatimah Al Fihri, Dirikan Universitas Pertama di Dunia
Ayahnya yang juga seorang pegawai pemerintah kerap berpindah-pindah tugas secara tidak langsung memberikan pengaruh kepada perangai dan kepribadian Rohana Kudus. Melalui KAS, kaum perempuan dibekali berbagai keterampilan, mulai dari menjahit, menyulam, menenun, dan lain sebagainya.
Mengingat KAS adalah sekolah perempuan pertama di Tanah Minang, sekolah ini memberikan angin segar bagi perempuan di sana. Mereka tak hanya belajar teori belaka, namun juga diajarkan teknik berdagang. Bahkan, hasil berdagang murid-murid-nya bisa digunakan untuk membayar SPP sekolah yang pada zaman itu senilai 0.5 gulden per bulan.
Perjuangan yang dilakukan Rohana Kudus adalah memperbaiki kehidupan perempuan melalui pendidikan. Ia tidak bermaksud untuk mengubah kodrat perempuan sejati. Menurutnya, perempuan sejati adalah perempuan yang memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan. Ia menulis:
Perputaran zaman tidak akan pernah membuat perempuan menyamai laki-laki. Perempuan tetaplah perempuan dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah perempuan harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Perempuan harus sehat jasmani dan ruhani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah, yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan menmpunyai ilmu pengetahuan.
– Rohana Kudus
Editor: Ahmad Bagus Kazhimi