Bapakku Seorang Tukang Kayu

Oleh: Hendra Jaya (Direktur Koranpeneleh.id)

Ketika murid pertama kali masuk Sekolah Dasar (SD), biasanya mereka akan diminta oleh guru untuk maju ke depan kelas dan memperkenalkan diri sebagai bagian dari pengenalan awal terhadap teman-teman dan lingkungan sekolah yang baru. Dalam situasi yang kamu gambarkan, wali kelas bernama Bu Elma menunjuk seorang murid yang duduk di pojok kiri untuk maju ke depan kelas.

Murid yang diminta maju ini tampak percaya diri. Ia melangkah ke depan dengan penuh keyakinan, menunjukkan postur tubuh yang santai namun percaya diri, dengan gerakan tubuh yang melenggok, dan dada yang dibusungkan.

Hal ini bisa menandakan bahwa murid tersebut memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi, tidak merasa canggung di hadapan teman-temannya, dan siap untuk memperkenalkan diri dengan baik. Sikap ini juga mencerminkan kesiapan mental anak tersebut dalam menghadapi lingkungan sekolah yang baru.

Ketika anak tersebut maju ke depan kelas, dengan penuh keyakinan ia memperkenalkan dirinya kepada teman-teman barunya. “Teman-teman, perkenalkan, saya Syamsul Pamungkas, kalian bisa memanggil saya Syamsul,” katanya dengan suara jelas dan lantang, menandakan kepercayaan diri yang tinggi.

Setelah memperkenalkan namanya, Bu Elma kemudian bertanya lebih lanjut, “Syamsul, siapa nama bapak dan ibumu serta apa profesi mereka?” Ia menjawab dengan bangga: “Bapak saya Pak Joko Suswita, teman-temannya kerap menyapa beliau dengan sapaan Pak Dee. Bapak saya adalah seorang tukang kayu, dan saya bangga memiliki bapak yang bekerja sebagai tukang kayu.”

Jawaban ini menunjukkan bahwa Syamsul memiliki rasa bangga terhadap profesi ayahnya. Meskipun pekerjaan sebagai tukang kayu mungkin dianggap sederhana oleh sebagian orang, Syamsul tidak merasa malu atau rendah diri.

Sebaliknya, ia menunjukkan sikap hormat dan penghargaan terhadap ayahnya, yang mencerminkan nilai-nilai keluarga yang kuat serta kesadaran bahwa setiap pekerjaan memiliki nilai dan martabat tersendiri. “Apa yang paling kamu banggakan dari bapakmu?,” potong Bu Elma di tengah semangatnya Syamsul menceritakan keluarganya.

Syamsul melanjutkan ceritanya dengan antusias, menambahkan lebih banyak detail yang menunjukkan kebanggaannya terhadap ayahnya. “Satu hal yang paling saya banggakan dari bapak saya, Bu,” katanya, “adalah bahwa beliau yang bahkan sampai tadi pagi masih menggendong saya ke sekolah. Bapak selalu berusaha memberikan apa pun yang kami butuhkan.”

Syamsul kemudian menjelaskan lebih lanjut tentang pekerjaan ayahnya, menunjukkan betapa beragamnya keahlian dan peran yang dijalani ayahnya. “Selain menjadi tukang kayu,” lanjutnya, “bapak saya juga seorang mandor. Beliau memimpin pekerjaan para tukang bangunan, tukang tebang kayu di hutan, dan kadang-kadang beliau juga diminta oleh bosnya untuk menjadi mandor proyek yang lebih besar serta pembuat kebijakan.”

Penjelasan ini mencerminkan bahwa Syamsul tidak hanya bangga pada pekerjaan ayahnya sebagai tukang kayu, tetapi juga pada peran penting ayahnya sebagai pemimpin di berbagai proyek. Ayah Syamsul bukan hanya seorang pekerja keras, tetapi juga seseorang yang memiliki keahlian dalam mengorganisir dan mengarahkan orang lain.

Baca juga: Membedah Tafsir Syirkah Jawa (Bagian 1)

Sikap Syamsul yang penuh kebanggaan ini menunjukkan betapa besar rasa hormatnya terhadap ayahnya, yang tidak hanya menyediakan kebutuhan keluarga, tetapi juga memainkan peran penting dalam masyarakat dan pekerjaannya.

“Wah, keren ya bapakmu,” ungkap Bu Elma sesaat setelah mendengar paparan dari Syamsul yang bersemengat dalam menceritakan profesi ayahnya.

Syamsul melanjutkan ceritanya dengan semangat yang lebih besar, membagikan kisah yang menunjukkan keberanian dan kehebatan ayahnya di mata masyarakat. “Bahkan, Bu,” ujar Syamsul dengan bangga, “di kampung kami ada pohon beringin besar yang sangat ditakuti. Pohon itu terkenal memiliki kekuatan magis dan dianggap sangat angker. Selama puluhan tahun, tidak ada satu pun orang di kampung yang berani mengusik pohon itu.”

Ia menambahkan, “Namun, tidak lama ini, bapak saya memutuskan untuk menebang pohon beringin itu. Ia mengambil alih pohon tersebut, memotongnya menjadi ratusan bagian, dan nantinya kayu itu akan dibagikan kepada teman-temannya yang saat ini menjadi pembuat kebijakan, mengatur logistik, laden, dan pekerjaan lainnya. Bapak saya benar-benar hebat, Bu. Saya sangat bangga padanya.”

Pohon beringin itu diperkosa bahkan dilecehkan oleh bapak saya bu, beliau saya rasa sangat tangguh. Syamsul kemudian membuat perbandingan yang menekankan betapa besar kekagumannya terhadap ayahnya. “Bapak saya itu bagaikan Sengkuni dalam wayang,” katanya. “Ia memiliki kekuasaan yang besar sekali.”

Dalam cerita ini, Syamsul mengungkapkan keberanian luar biasa yang dimiliki ayahnya, yang berani menantang sesuatu yang dianggap angker oleh masyarakat. Tindakan ayahnya ini tidak hanya menunjukkan keberanian fisik tetapi juga kemampuan untuk mengatasi tantangan yang tidak berani dihadapi oleh orang lain.

Dengan membandingkan ayahnya dengan tokoh Sengkuni dalam pewayangan, Syamsul menekankan pandangannya bahwa ayahnya memiliki kekuasaan, pengaruh, dan kecerdikan yang luar biasa.

Meskipun Sengkuni dalam cerita wayang sering digambarkan sebagai tokoh antagonis yang licik, Syamsul mungkin melihat ayahnya sebagai sosok yang kuat dan cerdas dalam cara yang positif, seseorang yang bisa memimpin dan mempengaruhi orang lain dengan sangat efektif.

Ketika Bu Elma mendengar Syamsul menyebutkan Sengkuni, ia pun bertanya dengan rasa ingin tahu, “Ah, Sengkuni? Mengapa Sengkuni?” Syamsul tersenyum sedikit misterius dan menjawab, “Ini tidak bisa saya ceritakan, Bu. Cukup saya yang tahu. Ini bagian dari keamanan keluarga kami,” jelasnya dengan nada serius, seolah ada sesuatu yang penting dan rahasia di balik alasan tersebut.

Bu Elma kemudian mengalihkan pertanyaannya, “Lalu bagaimana dengan ibumu, Syamsul?” Syamsul menjawab dengan penuh rasa hormat, “Ibu saya hanya seorang ibu rumah tangga, Bu, yang setiap hari menyiapkan hidangan lezat untuk bapak, saya, dan adik-adik saya. Ibu juga menjadi support system yang sangat penting dalam keluarga kami. Meskipun begitu, sesekali kebijakan yang keluar dari ibu menjadi hukum yang berlaku, tidak hanya dalam keluarga tetapi juga di tempat kerja bapak.”

Syamsul menggambarkan ibunya sebagai sosok yang sederhana tetapi sangat berpengaruh dalam kehidupan keluarganya. Meski “hanya” seorang ibu rumah tangga, peran ibunya jauh lebih besar dari sekadar mengurus rumah dan memasak.

Ia adalah pilar yang menjaga keseimbangan dan keharmonisan keluarga, sekaligus memiliki kekuatan untuk membuat keputusan yang penting, baik di dalam keluarga maupun dalam pekerjaan ayahnya. Syamsul tampak sangat menghargai ibunya dan mengakui betapa vital perannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Editor: Ahmad Bagus Kazhimi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *