KORANPENELEH.ID – Eksploitasi dan lemahnya perlindungan hukum terhadap pekerja migran Indonesia di Arab Saudi merupakan permasalahan klasik. Penyalahgunaan visa kunjungan dan gaji yang tidak dibayarkan selama bertahun-tahun merupakan dua permasalahan besar yang terus menimpa sebagian besar pekerja migran Indonesia di Arab Saudi.
Akibatnya, ada di antara mereka yang harus overstayer dan ada pula yang terdampar. Permasalahan klasik ini terus terjadi dan belum ada solusi yang menyeluruh. Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, Arab Saudi, melaporkan pada Selasa (30/7/2024) total ada 47 pekerja migran Indonesia yang menginap di shelter berkapasitas kurang lebih 50 orang. Mereka terdiri dari 33 orang wanita dewasa dan 14 orang anak-anak.
Sembilan belas orang dewasa pernah mengalami kasus gaji yang tidak dibayar. Sementara itu, lainnya terkait kasus penyalahgunaan visa, yakni visa kunjungan, namun untuk pekerjaan ilegal. Visa kunjungan umumnya hanya untuk tiga bulan. Karena tinggal lebih lama dari batas waktu tersebut maka disebut overstayer atau orang yang tinggal melebihi masa tinggalnya.
Mereka juga terjerat sejumlah permasalahan, seperti gaji yang tidak dibayarkan, kekerasan, atau memiliki anak yang tidak jelas status hukumnya. Susi, bukan nama sebenarnya, adalah seorang pekerja migran Indonesia yang berada di shelter KJRI Jeddah yang mengalami gaji tidak dibayar selama 22 tahun. Perempuan asal Cirebon, Jawa Barat ini tinggal di pengungsian sejak November 2023.
“Saya dilaporkan ke polisi karena mencuri. Di depan polisi, majikan saya menuduh saya mencuri perhiasan. Namun, kalau mereka mengatakannya langsung di depan saya, mereka bilang tidak ada masalah,” kata Susi dilansir oleh Kompas.
Susi belum tahu kapan bisa pulang ke tanah air. Ia tidak menyebutkan secara jelas sejauh mana perkembangan penanganan kasus yang dialaminya, apakah laporan dugaan pencurian tersebut sudah dicabut oleh majikannya atau belum.
Baca juga: Terduga Teroris di Kota Batu Pernah Beli Bahan Peledak, Terpapar Radikalisme dari Media Sosial
Berdasarkan data KJRI Jeddah, tim konsuler KJRI menangani 2.172 kasus WNI/pekerja migran Indonesia sepanjang tahun 2023. Kasus yang dimaksud antara lain narkoba, asusila, perdagangan manusia, pencucian uang. Angka tersebut mencakup 17 kasus besar (pelaku pembunuhan, korban pembunuhan, dan tindak pidana umum lainnya).
Sepanjang tahun 2023, KJRI Jeddah telah menerbitkan 776 akta kelahiran bagi anak WNI overstay, menangani 137 kasus ketenagakerjaan, dan melakukan paspor terhadap 17.598 WNI overstay. Hingga September 2023, KJRI Jeddah mencatat penghematan gaji pekerja migran Indonesia sebesar 2,2 juta riyal atau sekitar Rp 8,9 miliar. Tidak ada angka pasti mengenai jumlah gaji pekerja migran Indonesia yang belum dibayar oleh majikannya setiap tahunnya.
Sebab, proses penyelesaian perkara memakan waktu lama. Faktor lainnya, besar kemungkinan masih ada pekerja yang tidak mengeluh. Belum ada data pasti berapa jumlah WNI yang bekerja ilegal akibat penyalahgunaan visa kunjungan dan kemudian tinggal melebihi batas visanya.
Akan tetapi, sejak Kementerian Ketenagakerjaan RI mengeluarkan kebijakan moratorium penempatan pekerja migran pada pengguna perorangan di 19 negara Timur Tengah, termasuk Arab Saudi, pekerja migran Indonesia yang berangkat dengan visa kunjungan ditengarai semakin meningkat. Jika rata-rata durasi visa kunjungan adalah tiga bulan, diperkirakan jumlah WNI yang overstay mencapai ratusan ribu orang.
Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Migran Indonesia (SBMI), Juwarih, menilai biro perjalanan wisata, termasuk agen umrah, diduga kuat turut andil dalam penempatan ilegal pekerja migran Indonesia di Arab Saudi. Pengawasan terhadap operasional biro perjalanan tersebut tidak berada dalam yurisdiksi Kementerian Tenaga Kerja atau Kementerian Luar Negeri.
Menurut dia, sejumlah P3MI (Penempatan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Pekerja Migran Indonesia) yang terdaftar dan berizin resmi mengeluhkan persoalan ini dan mempertanyakan mengapa pemerintah tidak melakukan pengawasan ketat. Sementara P3MI terbebani dengan persyaratan operasional penempatan TKI, seperti kewajiban menyetor uang.
Sepanjang tahun 2012-2023, SBMI menerima 1.219 pengaduan kasus pekerja migran Indonesia di Arab Saudi. Jumlah tersebut terdiri dari 248 kasus perdagangan orang, 127 kasus pemutusan hubungan kerja sepihak, 92 kasus hilang kontak, 84 kasus kekerasan fisik, 82 kasus terkait penyakit, dan 586 kasus jenis lainnya.
Dilihat dari jenis pekerjaannya, 994 dari 1.219 kasus yang dilaporkan berkaitan dengan pekerjaan rumah tangga. Sisanya terkait pekerja di sektor konstruksi, pengemudi, pekerja pabrik, dan pegawai panti jompo. Kemudian, berdasarkan status penyelesaian perkara, tercatat sebanyak 1.006 perkara telah selesai dan 213 perkara belum selesai hingga saat ini.
Adapun asal kabupatennya, pengaduan yang diterima SBMI dari pekerja migran berasal dari Sukabumi (302 kasus), Serang (159 kasus), Lombok Timur (91 kasus), Pati (69 kasus), Indramayu (54 kasus), dan kabupaten lain (544 kasus). (ABK/Red)