
Oleh: Yudhi Imansyah (Aktivis Riset Peneleh)
Ruang pembelajaran selama bulan Ramadhan mengantarkan beberapa keilmuan baru yang harus kita pelajari, pahami, lalu masuk ke rangkaian proses pengamalan, sampai pada momennya akan menjadi pengalaman baru sebagai bekal untuk terus memahami diri yang berada dalam perjalanan takdir Illahi.
Beberapa materi baru seperti di pembinaan hari Selasa masuk ke kajian tafsir QS. Ali Imran dan kajian Asmaul Husna. Di Masjid Al-Ilham malam kamis disodorkan materi tentang adab. Keilmuan lainnya hadir dalam bentuk buku bacaan, seperti pembahasan tentang masjid, ada buku Manifesto Masjid Nabi, dan terbaru adalah buku yang membahas tentang Syirkah yang sekarang akan saya coba tuliskan perihal isi dan pesan buku tersebut.
Semua hal itu, baik pembinaan rutin, membaca buku, atau pun juga nasihat nasihat langsung yang diberikan oleh seorang sahabat acapkali semuanya mewarnai pemikiran dan sering sekali ketiganya menghadirkan kepingan kepingan puzzle yang satu dan yang lainnya menunggu untuk disatukan.
Dengan itu, lahir sebuah peta atau tema yang memperjelas bentuk pergerakan keumatan di ruang kerja program Desa Religius Mubarakah (DRM). Seperti buku Tafsir Syirkah Jawa, melalui buku ini saya secara pribadi merasa sedang diberikan tuntunan prihal apa yang perlu disiapkan pada saat program DRM masuk ke fase pemberdayaan (insyaAllah dijalankan pada tahun depan 1447 H).
Aji Dedi Mulawarman melalui buku ini hendak menegaskan perihal situasi yang kini sedang kita jalani bahwa hari ini kita berada dalam penjajahan sistem yang begitu akut. Hampir seluruh lini kehidupan manusia telah diintervensi oleh budaya materialisme , pragmatisme dan individualisme. Sistem ini secara implisit menafikan keberadaan Tuhan, kitab suci, dan ekspresi keimanan.
Oleh karena itu, ia mengajak kepada kita semua untuk melakukan pengembaraan di alam semesta ini dengan berkhidmat sebagai wali suci. Atas ajakannya, Aji dalam buku ini selalu mengaitkan perihal syirkah dengan kaidah nilai kesucian dan sesuatu yang menyejarah, walaupun untuk melakukan laku sikap seperti ini kita harus siap menjadi penggembala yang kesepian.
Beliau pun mengutip beberapa ayat yang diterjemahkan secara kontekstual sehingga saat saya membacanya terasa sentuhan kehangatan di relung hati yang terdalam.
Apa yang dituliskan oleh Aji mampu menyulutkan api semangat agar kita melepaskan segala bentuk kekhawatiran, serta secara bijaksana dan penuh tanggung jawab melakukan sebuah usaha perjuangan, membangun kemandirian dan mencapai kebahagiaan sejati (falah).
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap (masa depan) mereka dan tidak (pula) bersedih hati atas (masa lalu dan masa kini) mereka. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia (masa lalu dan masa kini), dan (dalam kehidupan) di akhirat (masa depan). Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat ( janji – janji ) Allah (sepanjang lintasan sejarah). Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (QS. Yunus: 62-64)
“Jangan bersedih oleh perkataan (teori-teori) mereka. Sesungguhnya kekuasaan (serta desain sains dan teknologi ) itu seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah semua (sejarah dan masa depan) yang ada di langit dan semua yang ada di bumi. Dan orang-orang yang menyeru sekutu-sekutu selain Allah, tidaklah mengikuti (suatu keyakinan). Mereka tidak mengikuti kecuali prasangka (hipotesis evolutif) belaka, dan mereka hanyalah menduga-duga (prediksi rasional tanpa batas).” (QS. Yunus: 65-66)
Aji Dedi Mulawarman beserta para sahabatnya yang berhimpun di Yayasan Peneleh Jang Oetama dengan kejujuran intelektual juga tanggung jawab atas nasib bangsanya sedang berjuang membangun satu keyakinan bahwa kita sebagai sebuah bangsa merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari kehidupan masa lalu dengan kenusantaraannya.
Memiliki akar budaya yang hebat, dan melalui Islam yang datang mensempurnakan akar budaya dengan sebuah konsep ketauhidan yang sempurna. Kelak akan ada garis takdir yang telah Allah gariskan bahwa kita akan menjadi umat terbaik oleh manusia universal (insan kamil), sosok Muslim yang selalu memantulkan nama, sifat, dan cahaya Allah dalam ruang dan waktu peradaban dunia.
Sadar akan situasi dan kondisi sistem yang sedang berjalan menuju jurang kehancuran, maka perlu kiranya kita menceburkan diri bukan untuk menjadi bagian dari sistem namun, secara sadar tetap berusaha agar kebenaran itu tetap hadir walaupun di ruang ruang kecil di kehidupan ini. Setelah itu, tugas kita adalah menyerahkan kepada Allah untuk menjalankan ketetapan -Nya.
Di bagian akhir bukunya, Aji menyampaikan bahwa syirkah sejati akan mendapatkan anugerah terindah sebagaimana yang dijanjikan Allah kepada kita semua di dalam QS. Fatir ayat 29 dan 30. Program DRM pun dibangun dengan paradigma penggalan ayat di atas.
Tidak ada yang kebetulan, karena yang ada adalah setiap kebenaran selalu berpijak pada keteraturan, dan di setiap proses kerja keteraturan selalu hadir kepastian. Tugas kita adalah mengikhtiarkan kebenaran yang Allah berikan.
Syirkah sejati dalam tradisi manusia Jawa adalah menjalani laku praksisnya seperti dikembangkan oleh Raden Mas Panji Sosrokartono sebagai berikut: “Sugih tanpa bandha, digdaya tanpa aji, trimah mawi pasrah, suwung pamrih tebih ajrih. Langgeng tanpa susah, tan ana seneng. Anteng mantheng sugeng jeneng.”
Tembang di atas terasa sangat indah. Sebuah gambaran manusia yang telah melakukan proses jual beli antara dirinya dengan Allah, sehingga apa pun yang ada pada dirinya adalah milik Allah. Pada tulisan berikutnya akan kita ulas kepada bagian isi dari buku Tafsir Syirkah Jawa.
Editor: Ahmad Bagus Kazhimi