Oleh: Anik Meilinda
Akhir-akhir ini, kerap terdengar istilah Asian values atau nilai-nilai yang terpatri dalam diri orang Asia. Nah, dari pada menilik Asian values yang jelek-jelek, mari kita ulas saja yang baik. Salah satu nilai orang Asia yang menarik kita bahas adalah kepandaiannya memetik hikmah.
Pentingnya hikmah dalam budaya Asia dicerminkan dalam nilai-nilai seperti penghormatan terhadap leluhur dan orang tua, kesederhanaan, kebijaksanaan dalam bertutur, dan penghormatan terhadap alam. Nilai-nilai inilah yang menjadi panduan kita -orang Asia- untuk menjalani kehidupan.
Kepandaian memeluk hikmah tidak didapatkan begitu saja, namun ia dibentuk dari proses panjang akan pengalaman hidup, refleksi, pemahaman yang mendalam tentang alam semesta, dan hubungan mereka dengan sesama. Kecakapan ini akan menjadi tameng sekaligus memandu manusia untuk menangani konflik dan mencapai ekuilibrium kehidupan.
Dalam konteks Asian values, hikmah juga bisa kita asosiasikan dengan sikap rendah hati, ketenangan batin, dan penghargaan terhadap kebijaksanaan yang diwariskan dari generasi sebelumnya. Kata ‘hikmah’ identik dengan pemahaman yang mendalam, dan kebijaksanaan dalam bertindak maupun berpikir. Kalau menurut kamu, apa itu hikmah?
Kenapa Kita Harus Mengerti Hikmah?
Ada beberapa pemaknaan dan asosiasi yang bisa kita ambil dari kata hikmah itu sendiri. Pertama, ia melibatkan pemahaman yang mendalam tentang situasi, orang, atau konsep tertentu. Ini melibatkan refleksi dan kontemplasi yang serius.
Kedua, hikmah tidak hanya tentang pemahaman, tetapi juga tentang mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam tindakan. Orang yang bijaksana akan bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang diterima norma. Selain itu, hikmah juga seringkali dihubungkan dengan orang-orang yang menjadi teladan karena kebijaksanaan mereka dalam menjalani hidup dan bertindak. Mereka bisa menjadi contoh bagi orang lain untuk diikuti.
Keempat, hikmah membantu seseorang memahami tujuan hidup mereka dan bagaimana mencapainya dengan cara yang paling baik dan paling bermakna. Tak hanya itu, dengan hikmah juga setiap orang memiliki kemampuan untuk menghadapi tantangan dan kesulitan hidup dengan sikap yang tenang dan penuh pengertian.
Terkahir, hikmah juga melibatkan keterbukaan untuk terus belajar dan berkembang. Orang yang bijaksana akan menyadari bahwa mereka tidak tahu segalanya dan selalu siap untuk menerima pengetahuan baru.
Dalam konteks agama Islam, hikmah sering kali dipandang sebagai salah satu sifat yang sangat dihargai dan diupayakan untuk dimiliki oleh setiap muslim dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Pada tataran lain, tepatnya di dalam Al-Qur’an, banyak ayat yang menekankan pentingnya hikmah dalam berinteraksi dengan orang lain dan dalam menjalani kehidupan secara umum.
Bagaimana Hikmah Bekerja?
Mungkin, terkadang kita ingin mengeluh atas perlakukan orang lain. Namun, di sisi lain kita juga sadar bahwa dunia ini sementara dan fana. Lagi pula, perlu ditanyakan kembali apakah kita memiliki hak untuk merasa paling tersakiti? Padahal, di sisi lain, tak menutup kemungkinan kita menjadi sumber luka bagi orang lain.
Rasa sedih, kecewa, kufur nikmat, dan lainnya akan terus silih berganti menghampiri kita sebagai manusia. Yakinlah Allah tidak akan menguji hambanya di luar batas kemampuannya. Jadi, jika kamu diuji, kamu juga akan berhasil lolos entah bagaimana jungkir baliknya.
Misalnya, jika cinta pertamamu menorehkan luka, yakinlah cinta terakhirmu bermuara surga. Tetaplah menjadi baik dan menjadi bahagia. Jika ada makhluknya yang jumawa, yang pernah meremehkan, menghina, memfitnah, dan merendahkanmu, diamlah. Balasan yang terbaik adalah mendoakan kebaikan bagi mereka.
Baca juga: Beragama dengan Akal Rasional, Sejauh Mana ia Bisa Diandalkan?
Hikmah adalah bentuk bagaimana kita pandai membaca pesan cinta Allah. Jadikanlah Allah sebagai pelindung paling utama. Jangan sampai kita jumawa kepada-Nya dan berujung membuat kita menjadi manusia yang tidak beruntung.
Perihal bagaimana masa kini dan masa depan kita nanti, hanya Allah yang tahu. Sehebat apa semesta mencandaimu, rencana-Nya adalah yang terbaik. Tugas kita adalah terus memperbaiki diri dan menjalani segala takdir terbaik-Nya.
Seringkali, kita merasa menjadi manusia paling menderita sedunia hanya karena Allah mengambil satu atau dua kenikmatan. Namun, kita sering lupa bahwa masih ada jutaan nikmat yang ia berikan secara cuma-cuma tanpa kita pinta. Semoga, tulisan ini menjadi pengingat untuk kita semua, terutama penulis sendiri, untuk senantiasa pandai memetik hikmah.
Editor: Ahmad Bagus Kazhimi