
Kontroversi kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di berbagai kampus Indonesia tahun 2024 telah memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa dan anggota DPR. Kenaikan ini dinilai memberatkan banyak mahasiswa, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Hal ini mengarah pada industrialisasi pendidikan di Indonesia.
Beberapa universitas terkemuka seperti Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), dan Institut Teknologi Bandung (ITB) termasuk di antara kampus-kampus yang menaikkan UKT mereka. Dilansir dati Tirto dan Narasi TV, di UGM, misalnya, besaran UKT untuk beberapa program studi mengalami peningkatan, dengan kelompok biaya terendah sekitar Rp2.850.000 hingga Rp15.000.000 tergantung pada program studi. UI juga merampingkan kelompok UKT dari sebelas menjadi lima, yang menyebabkan kenaikan signifikan pada beberapa kelompok.
Kenaikan ini tidak hanya menimbulkan beban tambahan bagi mahasiswa, tetapi juga meningkatkan risiko mereka untuk beralih ke pinjaman online demi menutupi biaya kuliah, sebuah kekhawatiran yang telah disorot oleh anggota DPR dan aktivis mahasiswa.
Baca juga: UKT Mahal, Kampus Melanggar Undang-Undang, Pemerintah Gagal Mewujudkan Pancasila
Pemerintah dan pihak kampus diharapkan untuk memberikan solusi yang lebih adil, seperti subsidi yang lebih besar atau pembebasan biaya untuk mahasiswa dari keluarga kurang mampu, guna memastikan akses pendidikan yang merata bagi semua kalangan.
Merespons hal itu, beberapa hari yang lalu, Koran Peneleh melakukan wawancara eksklusif bersama Sekretaris Jenderal Aktivis Peneleh, Ahmad Tsiqqif Asyiqulloh. Ia menyampaikan komentar tentang kontroversi yang terjadi saat ini. Berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana Anda melihat isu pendidikan saat ini?
Masih dengan kontroversinya. Kontroversi lama yang terus tidak terselesaikan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab. Ya, seperti kesejahteraan para pelajar, mahasiswa, tenaga pendidik, yang masih saja diributkan oleh masalah-masalah eksternal seperti UKT, gaji guru, fasilitas, dan lain-lain. Sehingga mereka ini kesulitas merasakan suasana belajar yang fokus, layak, manusiawi.
Hak-hak pendidikan dalam ranah ketuhanan dan kemanusiaan justru jauh dari pendidikan itu sendiri. Isunya banyak ya, tapi kita general dulu.
Apa pendapat Anda tentang kenaikan UKT di sejumlah perguruan tinggi?
Ya, industrialiasi pendidikan. Kalau sudah mendengar kata ‘kenaikan’ dalam hal ‘harga’ itu biasanya identik dengan industrialisasi dalam bidang ekonomi. Namun, sayangnya ini bidang pendidikan yang berpadu dengan ekonomi. Alhasil, isu seperti kenaikan UKT ya identik dengan industrialisasi pendidikan. Ibaratnya, kita mau bahkan harus belajar, tapi kita kok disuruh bayar dengan suatu harga yang begitu mahal. Dari sini kita bisa lihat aspek transaksional dalam dunia pendidikan.
Sederhananya, kapan ya gratis pendidikan untuk semua masyarakat Indonesia? Kenaikan harga UKT terus menerus, emang situ (baca: pemerintah dan pemangku kebijakan perguruan tinggi) lagi jual beli pendidikan?
Bagaimana tanggapan dari Aktivis Peneleh mengenai hal ini?
Aktivis Peneleh turut merespon dengan terus mendorong perjuangan para mahasiswa yang menyuarakan keadilan dalam setiap kebijakan yang timpang. Sehat selalu, fokus berkembang selalu, dan jangan sampai lalai dalam distraksi masalah-masalah yang ada. Proporsional saja. Bergerak dan mendorong kemandirian (zelfbestuur) selalu, baik dalam ranah pemikiran dan aksi-aksi konkret.
Seperti apa sikap Aktivis Peneleh dalam fenomena kenaikan UKT?
Sikap Aktivis Peneleh Jang Oetama (APJO) adalah turut peduli akan fenomena-fenomena seperti ini. Respon kami justru yakni fokus pada solusi-solusi konstruktif yang harus dimulai dari kita semua.
Apa yang akan dilakukan APJO ke depannya?
Aktivis Peneleh sendiri turut menyuarakan solusi-solusi dalam menanggapi isu-isu semacam ini. Karena dari Aktivis Peneleh ini sedang dan terus bergerak dalam ranah pendidikan, salah satunya yakni pembangunan Masjid Kampus dan Pusat Pembelajaran Gratis URuP (MKPPG).
MKPPG ini sebagai antitesa terhadap kontroversi dalam kebijakan di dunia pendidikan yang tidak adil.
Selebihnya mari bergabung dalam proyeksi MKPPG sebagai angin segar peradaban Indonesia yang lebih baik kedepannya.
Editor: Ahmad Bagus Kazhimi
Benar…. pendidikan kita sudah mengarah ke komersialisasi bisnis bidang pendidikan padahal pendidikan harus murah karena itu kebutuhan vital suatu bangsa yang maju, India umpannya tuition fee alias uang kuliah sangat terjangkau untuk mereka dan mahasiswa Luar Negeri. Mengapa negeri kita jadi begini??