Di Hatyai: Peneleh Diskusi Tentang Masjid

Ahad (13/08) Yayasan Peneleh Jang Oetama berkesempatan berkunjung ke masjid Bannua Hatyai Thailand. Masjid yang digunakan sebagai pusat pemberdayaan masyarakat pesisir. Dari stasiun ke masjid kurang lebih menempuh perjalanan 30 menit.

Dalam perjalanan Ust Ismail dari Pattani salah satu pengajar di Masjid Bannua Hatyai bercerita jika Pattani kitab Sirajul Huda telah banyak diajarkan.

“Kitab Sirajul Huda? Iya, di Pattani sejak ibtidaiyah kami telah diajarkan kitab Sirajul Huda” ungkapnya.

Selain itu imbuhnya, ada satu kitab karangan Syaikh dari Indonesia yang diajarkan di Pattani. Kitab berjudul “Penawar bagi Hati” Syekh Abdul Qadir al Mandailing dari Medan, terang ust. Ismail .

Sesampai di masjid, tim Peneleh dikenakan dengan profil masjid Bannua melalui video. Masjid yang diimami oleh De. Thabrani tersebut tidak hanya digunakan sebagai tempat sholat dan ngaji tetapi, sebagai pusat pemberdayaan masyarakat.

“Jadi, di masjid inilah kami melakukan aktivitas pemberdayaan masyarakat. Masjid sebagai pusat pendidikan, ekonomi hingga pemerintahan”, terang Dr. Thabrani.

Dalam proses perjalanan dari dulu hingga saat ini, kami mengambil semangat dari rukun Islam, tafsir dari 5 rukun tersebut lahir sebagaimana aktivitas di masjid”, tambah Dr. Thabrani.

Selain itu, Dr. Aji Dedi Mulawarman menceritakan pula salah satu program besar Peneleh saat ini, membangun Masjid Kampus dan Pusat Pembelajaran Gratis URuP di Sumbawa.

Saat ini, kami juga sedang membangun masjid kampus dan Pusat Pembelajaran Gratis URuP di Sumbawa NTB, masjid ini juga akan digunakan sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, ungkap ketua dewan pembina yayasan PJO tersebut.

Saat ini, kami juga tengah melakukan program pemberdayaan masyarakat dengan mengirimkan anak-anak muda ke Sumbawa, tambahnya dalam sambutan yang diberikan.

Perjalanan ke Malaysia dan Thailand juga dalam rangka menjejaki sejarah serta pemikiran salah satu tokoh dari Sumbawa yang banyak diajarkan pemikirannya di Malaysia, Thailand, hingga Kamboja tapi jarang bahkan tidak ada di Indonesia, jelas dosen Universitas Brawijaya tersebut.

Pertemuan berlangsung hingga 4 jam dengan mendiskusikan berbagai topik seputar masjid Bannua Hatyai Thailand, dan diakhiri dengan penyerahan cinderamata dalam bahasa Melayu cinderahati.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *