Oleh: Taufik Rudiyanto
Mahasiswa Magister Akuntansi FEB Universitas Mataram
Apakah kematian ilmu akuntansi, manajemen, dan ekonomi itu sebuah berita yang dibesar-besarkan, atau apakah itu memang fakta yang nyata dan terjadi hari ini?
Sejak perang dunia kedua, ilmu akuntansi, manajemen dan ekonomi termasuk tiga bidang ilmu yang mengalami perkembangan yang cukup pesat dibandingkan dengan ilmu pengetahuan sosial yang lain.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat itu ketiga ilmu ini berhubungan langsung dengan kepentingan bisnis dan ukuran-ukuran kesejahteraan ekonomi dalam pengelolaan suatu negara secara makro.
Dengan berkembanganya Revolusi Industri 4.0 saat ini menjadikan ketiga ilmu ini menghadapi tantangan yang cukup besar. Dimulai dengan perkembangan bisnis online, adanya otomasi bisnis, cryptocurrency, terjadinya pendemi yang cukup lama dan kemudian diperarah oleh perang Rusia-Ukraina yang dapat memberikan dampak krisis ekonomi dan energi serta ketidakpastian kesejahteraan di tahun 2023.
Kehancuran lingkungan, pemanasan global dan bencana-bencana lainnya mengindikasikan bahwa kemutakhiran ilmu sains dan teknologi belum dapat mengimbangi ketersediaan pangan dan energi terhadap perkembangan jumlah penduduk di dunia.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah ilmu akuntansi, manajemen dan ekonomi telah mati? Perspektif kuantitatif meyakini bahwa kematian akuntansi merupakan pengumuman yang dibesarkan-besarkan, karena faktanya relevansi laba akuntansi tidak menurun selama 30 tahun, sebagaimana ditulis oleh Mark Brimble dan Allan Hodgson dalam sebuah artikel jurnal yang berjudul “The Death of Accounting: Or Has the Announcement Been Greatly Exaggerated?”
Sebaliknya dengan perspektif kualitatif, kematian ilmu akuntansi, manajemen, dan ekonomi ini bermula dari matinya hati nurani, moralitas, bahkan keadilan ekonomi yang telah menyingkirkan nilai-nilai kesucian tak terkecuali adananya keberadaan Tuhan sebagai nilai-nilai utama science.
Sifat kerakusan atau greedy sciences manusia menjadi penyebab utama dari matinya nurani manusia. Dari ketergelisahan akan matinya ilmu ekonomi kemudian muncul suatu harapan akan lahirnya kembali ilmu akuntansi, manajemen dan ekonomi yang dengan melahirkan kehadiran ilmu baru, konstruksi science yang baru untuk memberikan peradaban yang penuh kearifan, kesucian dan berkeadilan dalam ekonomi.
Melalui metodologi dialektika, Karl Marx berangkat dari tesis, antitesis dan sintesis (perubahan dengan penyadaran dan perubahan struktural) kemudian dikembangkan pemikiran Political Economy of Accounting (Tinker, 1980) yang menemukan bahwa matinya ilmu akuntansi disebabkan adanya dominasi dari teori-teori neo-klasik yang marjinalis dan coba dikembangkan dengan ekonomi politik klasik dengan melakukan perubahan secara penyadaran, yaitu distribusi laba yang tidak adil, aktifitas ekonomi yang tidak terbatas dari kuasa politik dan peran kesejarahan. Adapun perubahan dengan struktur dilakukan melalui kebijakan akuntansi yang mendukung informasi distribusi laba.
Menurut Sharma (2020), ilmu ekonomi politik telah mati selama tiga abad yang lalu, di mana pada penjelasannya bahwa pada abad ke-19 saat pemaksaan matematis ekonomi yang berkonsentrasi pada ekonomi makro dan mikro mengindikasikan telah matinya teori ekonomi neoklasik.
Colander (2000) dalam penelitiannya juga menyatakan kematian pada ekonomi neoklasik. Realitas matinya ilmu ekonomi akuntansi serta krisis yang terjadi karena teori yang berbasis pada teori ekonomi neoklasik yang marjinalisme dengan praktik kalkulatif sebagai norma yang diritualkan, akuntan sebagai perantara dan akun sebagai penyediaan akuntanbilitas secara kontekstual (Moerman dan Laan, 2021).
Fenomena kematian ini ditunjukkan dalam dua fenomena, yaitu fenomena transaksional seperti perbudakan, perang, asuransi, rumah sakit dan fenomena mikro akuntabilitas terkait tanggung jawab biaya kematian seperti biaya anggaran perang, biaya perang yang termasuk dalam kematian yang dikalkulatif sehingga semua ini merupakan bentuk rekayasa-rekayasa ekonomi.
Kelahiran Kembali Ilmu Berbasis Nusantara
Kematian ilmu akuntansi akan dihidupkan kembali dengan menghidupkan kembali ilmu akuntansi berbasis nusantara dengan melakukan perubahan dengan penyadaran (cara pandang nusantara) dan secara struktur (kebijakan akuntansi mengakomodir nilai-nilai nusantara).
Salah satu rekomendasinya adalah Paradigma Nusantara yang didasari pada asumsi pada pandangan dunia baik yang konkret, material, dapat dicandra, maupun yang abstrak secara indrawi, profetik, Ilahiyah dan selalu memiliki ekspresi khuluqiyah sebagai ajaran agama dan kebudayaan nusantara yang menyatu di dalam alam pikir dan praksis kemanusiaan (Mulawarman, 2022) yang berasal dari kandungan bumi pertiwi, nusantara kita.
Dengan rebirth of science melalui Paradigma Nusantara dapat memberikan angin segar berupa konstruksi-konstruksi sains yang baru bagi akademisi dan praktisi untuk membawa peradaban yang penuh kearifan, kesucian dan berkeadilan.
Salah satunya adalah dengan paradigma baru science, yaitu Paradigma Nusantara yang lahir asli dari bumi pertiwi nusantara, tanpa lagi mengadopsi trilogi filsafat yang terdiri dari ontologi, epistimologi dan aksiologi yang hadir dalam asumsi yang tak mapan yang akan menyebabkan misleading science dengan mematikan ego pada diri sendiri sehingga mampu memberikan kehidupan yang sejati.
Sebaliknya, dalam menjawab kematian ilmu manajemen direflesikan dalam perubahan bentuk dimana mempunyai beberapa karakteristik yakni berorientasi pada tujuan, bersifat luas (banyak aspek di dalam mencapai tujuan), bersifat multidimensi, proses yang berkelanjutan (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kontroling), kegiatan kelompok, kekuatan yang tidak berwujud.
Sejarah perkembangan ilmu manajemen terbagi menjadi empat fase, yakni: 1) fase pemikiran awal manajemen; 2) fase manajemen sains; 3) era manusia sosial; dan 4) era modern. Sampai saat ini perkembangan konsep ilmu manajemen era terdahulu masih digunakan, tetapi disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Konsep ini bisa diterjemahkan menjadi empat macam yaitu, manajemen adalah suatu seni, manajemen sebagai ilmu pengetahuan, manajemen sebagai suatu proses, dan manajemen sebagai suatu profesi.
Pergeseran dan perubahan pemikiran manajemen saat ini adalah fokus pada pengguna (konsumen) secara individualis, orientasi di dalam memberikan pengalaman bagi pelanggan yang terbaik (pelayanan dan keunikan produk), model digitalisasi yang saat ini sudah melekat pada generasi saat ini, networking (aset tak berwujud), kecerdasan / agile (teknologi robot).
Ilmu manajemen tetap mengalami perkembangan dalam bentuknya yang berubah dan hanya dalam aspek tata kelola. Lingkungan tidak selalu statis dan selalu mengalami perubahaan sehingga diperlukan kemampuan dalam mengelola manajemen dengan kehandalan, keakuratan dan kemudahan mendapatkan informasi.
Perkembangan ilmu manajemen saat ini memberikan perubahan pada beberapa hal yaitu membentuk pandangan mengenai organisasi, membuat kita sadar mengenai lingkungan usaha, mengarahkan terhadap keputusan manajemen, dan merupakan sumber ide baru. Adanya proses integrasi dan perubahan dari konsep ilmu manajemen terdahulu dengan implementasi dan perkembangan ilmu manajemen saat ini.
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa kematian ilmu, baik akuntansi, manajemen, maupun ekonomi bukanlah sekadar imajinasi, bukanlah sekadar sebuah pengumuman yang dibesar-besarkan.
Ini adalah fakta sebagaimana yang ditunjukkan kondisi carut marutnya ekonomi saat ini disebabkan oleh berbagai kebijakan publik yang didominasi oleh teori-teori ekonomi kontemporer dimana kiblatnya adalah nilai-nilai budaya barat, yang hanya menyakini kehidupan di dunia saja dan meniadakan kehidupan setelah kematian, yaitu kehidupan akhirat.
Kita perlu sadar bahwa kekuatan besar bangsa Indonesia ada pada nilai-nilai Pancasila yang berketuhanan Yang Maha Esa, di mana dalam implementasi keilmuan baik ilmu akuntansi, ilmu manajemen, dan ilmu ekonomi harus tetap didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa yang meyakini bahwa suatu keilmuan tersebut tidak akan pernah mati karena kita semua akan mendapatkan balasan dari Tuhan baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam hal ini, ilmu akuntansi dan manajemen dapat dilihat dari dimensi duniawi dan dimensi ukhrawi. Selain itu nilai-nilai budaya ketimuran Indonesia harus tetap dikembangkan di dalam penerapan konsep akuntansi dan manajemen karena itu sesuai dengan karakter dan jiwa bangsa Indonesia.