Riset Bukan Sembarang Riset, Riset Bukan Agenda Penyombongan Diri,

Sekolah Relawan Riset (SRR) kembali digelar oleh Peneleh Research Institute (PRI). Dilaksanakan selama tiga hari, 9-11 September 2022. Bertempat di Rejomulyo, Kota Semarang, Jawa Tengah, 41 peserta diajak meriset menggunakan Paradigma Nusantara. Td

Dalam materi pertama yang disampaikan oleh Dr Aji Dedi Mulawarman, salah satu Dewan Pakar PRI, menyampaikan agenda riset haruslah berkearifan-berkesantunan mengenal kembali jati diri nusantara. Dengan cara menyatu bersama demi membangun kemandirian masyarakat.

“Bukan seperti Rural Participary Approach (RPA) yang mengedepankan technical research sebagai media pemberdayaan masyarakat,” jelasnya, Jumat (9/9/2022).

Mengusung jargon “Menemukan Jati Diri Riset Membumikan Kemandirian” berhasil membuat diskusi semakin panas. Apalagi saat materi yang disampaikan oleh Dr Ari Kamayanti yang sempat menyinggung dan mengkritik sistem pendidikan Indonesia. Berbagai argumen dan sanggahan pun disampaikan oleh peserta.

“Kami di Peneleh tidak menggunakan istilah ‘turun lapangan’. Kata ‘turun’ mengesankan bahwa periset adberada di tempat yang lebih tinggi. Padahal sesungguhnya, perisetlah yang banyak belajar dari masyarakat. Kami menggantinya dengan istilah ‘silaturahim’. Periset haruslah mengabdikan diirinya di masyarakat, bukan hanya menggurui,” terang Ari.

Empat puluh satu peserta yang terdiri dari dosen, guru, akademisi, dan mahasiswa bersilaturahim ke Kampung Batik, sebagai tempat riset sekaligus pengabdian.Sekolah Relawan Riset pun mengundang warga dan aparat desa sehari pasca silaturahim, yakni di hari Minggu, 11 September 2022.

Di sana, peserta yang telah dibagi menjadi 4 kelompok, menyampaikan temuan mereka selama bersilaturahim di Kampung Batik. Di sanalah, terjadi Musyawarah Terfokus yang membahas tentang berbagai fakta dan saran solusi untuk Kelurahan Rejomulyo, khususnya di Kampung Batik.

Baca Juga : Sekolah Relawan Riset XIV (9-11 September 2022)

Acara diakhiri dengan pengukuhan sebagai aktivis peneleh dan penandatanganan MoU dan Surat Keputusan Pengabdian antara Peneleh Research Institute dengan Kelurahan Rejomulyo.

Nensy Setyaningrum, Koordinator Aktivis Peneleh Regional Semarang, sebagai panitia pelaksana berharap dengan terselenggaranya acara ini dapat membuka kembali agenda perabadan menuju kemandirian nusantara yang berpihak pada masyarakat yang dimarjinalkan.

“Karena sejatinya seluruh daerah di Nusantara memiliki kekhasan dan kekayaannya sendiri. Mewujudkan kemandirian masyarakat yang berkesucian dan menjayakan kembali peradaban nusantara adalah tanggung jawab bersama,” terangnya. (Mei/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *