Lakukan Upgrading di Gunung Andong, Pengurus Aktivis Peneleh Baru Diharapkan Menjadi Kekuatan yang Mampu Menggerakkan

KoranPeneleh.id- Gunung Andong menjadi saksi dilantiknya punggawa baru kepengurusan Aktivis Peneleh Regional Yogyakarta, Semarang, dan Salatiga. Pelantikan dan upgrading di puncak gunung yang mulanya bersifat candaan ternyata terwujud secara nyata. Selain sebagai sarana menyegarkan diri, momentum ini juga menjadi pengerat silaturahmi dan memperkuat ghirah perjuangan.

Pembina Aktivis Peneleh Semarang, Fajar Setyo Anggraeni, berharap susunan kepengurusan yang baru ini bisa memberikan kekuatan yang mampu menggerakkan.

“Kegiatan ini tidak sekedar kembali penyegaran, melainkan merancang langkah kita pasca ini agar bisa sama-sama mengaksikan zelfbestuur,” terangnya.

Gunung setinggi 1726 mdpl itu didaki mulai Sabtu, 5 Maret 2022 pukul 19.00 WIB. Perjalanan dilakukan dengan santai mengingat sebagian besar anggota baru saja menempuh perjalanan jauh, seperti dari Tulungagung, Kediri, dan Kudus. Meskipun demikian, mereka tergabung dalam Aktivis Peneleh Regional Semarang.

Prosesi pelantikan dipimpin langsung oleh Kepala Aktivis Peneleh Nasional, Ahmad Tsiqqif Asyiqulloh. “Saya mengapresiasi usaha yang dilakukan Regional Yogyakarta, Semarang, dan Salatiga dalam mempersiapkan agenda ini. Jarang-jarang regional menginisiasi kegiatan upgrading dan pelantikan seperti ini,” tuturnya.

Ramah tamah, prosesi pembacaan SK, dan pembacaan ikrar, Sabtu (6/3/2022). (Dok. Pribadi)

Dalam kesempatan itu, pria kelahiran Sumenep yang sekarang menetap di Malang itu juga menyampaikan bahwa puncak dari perjuangan bukanlah hasilnya, melainkan konsistensi atau ke-istiqamah-annya. “Tantangan yang dihadapi setiap regional kurang lebih sama. Namun, hal itu jangan sampai menghentikan gerak juang,” lanjutnya.

Bunda Eni juga menceritakan salah satu tujuan gerak kita adalah meneruskan cita-cita perjuangan dengan limpahan energi yang begitu besar dari HOS. Tjokroaminoto, Sang Guru Bangsa, dalam mewujudkan zelfbestuur.

“Semua itu berawal dari keprihatinan. Banyak sekali pemuda yang terlena dengan kehidupan hedonisme dan materialis. Mungkin itu menyenangkan bagi mereka, namun mereka tidak sadar sedang dijajah sesuatu yang tidak kita tahu. Akibatnya, mereka tidak punya jangkar kebudayaan,” tambahnya.

Nensy Setyaningrum, koordinator Peneleh Semarang dalam dialog bersama, berharap semoga segala hal akan senantiasa diseimbangkan. “Dikuatkan dengan menjaga keselarasan logika rasional dan langit dalam meng-istiqamah-kan juang menuju-Nya,” terang mahasiswa asal Pati itu. (Meilinda/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *