KORANPENELEH.ID- Aktivis Peneleh Jabodetabek mengajak khalayak umum mengkritisi konstruksi realitas dunia melalui bedah buku 2024: Hijrah untuk Negeri karya Aji Dedi Mulawarman. Acara yang diselenggarakan pada hari Jum’at, 18 Februari 2022 dan berlangsung selama kurang lebih dua jam sejak pukul 19.30 hingga 21.30 secara online melalui Zoom itu dihadiri oleh sekitar 30 partisipan dari latar belakang yang beragam.
Diskusi interaktif ini diusung dari salah satu buku karya Dr. Aji Dedi Mulawarman yang berjudul 2024: Hijrah untuk Negeri, Kehancuran atau Kebangkitan(?) Indonesia dalam Ayunan Peradaban. Bertindak sebagai moderator ialah Zahrotun Nafisah, sedangkan kedua pembedah yaitu Ahmad Bagus Kazhimi dan Muh Fadhir A.I. Lamase.
Buku 2024 ini terdiri dari 2 bagian utama, di mana pada bagian pertama mengenai “Diskursus tentang Dunia Kita Bersama” dibedah oleh Bagus dan bagian kedua soal “Hijrah Untuk Negeri: Peta Jalan Masa Depan” diurai oleh Fadhir.
Mengawali perbincangan, Zahro selaku moderator mengemukakan bahwa buku 2024 ini adalah sebuah refleksi, deskripsi, dan juga solusi yang ditawarkan oleh Pak Aji berkaca dari sejarah tentang terbentuknya peradaban bangsa dan munculnya mujaddid (pembaharuan) setiap 100 tahun sekali. Selanjutnya, Bagus memberikan pemaparan dengan cukup komprehensif perihal bagian pertama dari buku tersebut.
“Buku 2024 ini terbit pertama kali pada tahun 2016. Dalam buku 2024, penulis mengajak pembaca untuk melihat bagaimana konstruksi dunia di mana kita saat ini hidup. Secara garis besar, penulis mengajak kita berjalan dan menapaki sejarah masa lalu hingga ke masa sekarang ini, dan bahkan membaca peta jalan di masa depan,” ujar Bagus.
Mengapa muncul buku berjudul 2024? Tahun 2024 jika dilihat sekarang sebenarnya masih berjarak dua tahun yang akan datang. Penulis menuliskan karyanya ini tidak hanya sekadar iseng, karena jika ditarik mundur ke belakang angka 24 itu merupakan angka yang unik dan menjadi sebuah periode di mana muncul pembaharuan serta transformasi kehidupan dunia yang terjadi setiap 100 tahun secara universal.
Penulis buku telah membaca sejarah dan menelisik semua peristiwa yang terjadi di akhiran tahun 24, seperti tahun 1924, ada peristiwa penting yaitu HOS Tjokroaminoto telah mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dengan menyerukan kata Zelfbestuur (kemandirian dan kemerdekaan) yang merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan Indonesia merdeka dari penjajahan; tahun 1824 peristiwa Babad Pangeran Diponegoro; dan yang paling pangkal yaitu tahun 624 terjadinya perang Badar yang merupakan peristiwa kemenangan besar pertama umat Islam.
Lalu, bagaimana dengan tahun 2024 ini? Apakah akan menjadi tahun penting dan terjadinya peristiwa luar biasa? Penulis memprediksi tahun tersebut akan menjadi tahun kehancuran atau kebangkitan peradaban Indonesia.
Baca juga:
Bincang Publik, Dr Aji Dedi Mulawarman Giring Pemuda Membaca Indonesia di Tahun 2024
Bagaimana posisi indonesia di ruang dunia? Menurut Acemoglu dan Robinson dalam Why Nations Fail, makna kemakmuran dan kesejahteraan sebuah negara hanya diukur dari keadaan ekonomi dan politik saja. Kemudian adanya globalisasi juga berdampak bagi semua negara apalagi negara yang low power, yaitu menyeret setiap bangsa untuk ikut dalam suatu pola dari negara super power dunia.
Pada bagian kedua, Fadhir berbicara mengenai peran penting pemuda dalam menyikapi kondisi dunia saat ini. Konstruksi dunia saat ini sudah didesain sejak lama oleh para pemimpin dan korporasi besar yang menguasai dunia. Sehingga butuh pembacaan dan langkah baru untuk menjawab persoalan semua yang terjadi.
Apakah identitas kebangsaan kita telah bergeser? Interaksi-interaksi sebagai manusia pancasila di tengah arus peradaban yang luar biasa ini apakah terpengaruhi? Ternyata memang sangat terpengaruh. Manusia telah masuk ke dalam kontruksi peradaban besar. Saat ini, tantangan kebangsaan kita adalah infiltrasi nilai liberal melalui pendidikan sejak ratusan tahun silam, khususnya sejak tahun 1901 di Indonesia, di mana hal ini berdampak pada kebudayaan nasional saat ini atau bisa disebut sebagai jejaring gagap kebudayaan.
Dunia secara global mempunyai hidden agenda untuk menghancurkan ruang kesadaran masyarakat yang akan digantikan dengan kesadaran baru. Pada rentang tahun 2019 – 2024 menjadi siatuasi yang sangat mengkhawatirkan umat, ketika terjadi perebutan pangan, air, dan energi secara global.
Bagaimana membangunkan nasionalisme secara praksis di tengah carut-marutnya negeri ini? Terutama peran pemuda Indonesia di tengah pertarungan dunia. “Langkah awal yang bisa dilakukan sebagai pemuda generasi bangsa, dimulai dari belajar dan membaca realitas yang ada, kemudian membangun diskursus, berpikir kritis atas bacaan dan realitas, selanjutnya membangun cita nasionalisme diri dan kelompok dengan membentuk koperasi sekaligus advokasi sosial, dan yang paling penting yaitu penyadaran dan aksi institusional proyektif berbasis nasionalisme kontekstual,” jelas Fadhir.
Konsolidasi umat sebagai pusat hijrah untuk negeri serta bagaimana kita menyiapkan desain strategis, taktis, dan praktis juga perlu dipertimbangkan. Hal itu bisa dilakukan dengan melakukan hijrah makrifat kebudayaan beragama, hijrah makrifat syuro, dan hijrah makrifat ekonomi berbagi. Dengan jalan itulah peta jalan alternatif dalam mewujudkan Indonesia yang gemah ripah loh jinawi bisa terlaksana dan terwujud dengan nyata.
Pasca pemaparan oleh kedua pemantik, diskusi dan tanya jawab terjadi dengan peserta diskusi. Satu pertanyaan berasal dari Aziz mengenai pola cultural drift dalam melakukan perubahan yang menurutnya tidak mudah. Merespons hal itu, kedua pemantik setuju bahwa pendidikan menjadi kunci dalam pola cultural drift. Selain itu, penyadaran secara kolektif kepada masyarakat juga menjadi agenda yang tidak kalah pentingnya.
Salah satu penanggap lainnya ialah Adi, mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi di Malaysia dan Singapura. Adi menguraikan keresahan mengenai dekolonialisasi yang akhir-akhir ini menjadi topik yang cukup ramai dibahas oleh kalangan akademisi. Terlepas dari upaya positif dari upaya dekolonialisasi, Adi menyatakan bahwa pembacaan secara kritis terhadap bacaan, baik yang berasal dari Barat maupun Timur, perlu diketengahkan oleh masyrakat luas, khususnya dalam kalangan akademik.
Memungkasi kegiatan bedah buku dan diskusi, para pemantik dan juga moderator menyelipkan pesan tentang pentingnya aksi-aksi nyata secara terstruktur dan sistematis yang perlu dilakukan dalam mendorong terjadinya perubahan menuju kebangkitan peradaban Indonesia. (Dwi Febriana/Red)