Oleh: Genta Ramadhan
(Alumni S1 Sejarah Universitas Gajah Mada)
Manusia butuh makanan untuk melanjutkan keberlangsungan hidup. Akan tetapi, sangat disayangkan ketika sebagian manusia masih menyia-nyiakan makanan dengan alasan apa pun. Mayoritas kebiasaan buruk ini terjadi di restoran, hotel, dan acara pesta dengan menyisakan sampah makanan. Sekiranya mereka mengerti dampak buruk atas keserakahan mereka, pasti mereka akan menghabiskan makanan sekalipun perut mereka sudah terisi penuh.
Ironisnya, kebiasaan menyia-nyiakan makanan ini juga melekat dalam budaya orang Indonesia. Kita pasti pernah melihat kebiasaan orang kita yang suka menyia-nyiakan makanan dengan sebab tertentu. Atau jangan-jangan kita pernah melakukannya. Entah kekenyangan, gaya hidup, sakit, atau tidak doyan makanan tertentu itu hanyalah alasan klasik orang Indonesia suka menyia-nyiakan makanan.
Di balik ungkapan “tongkat kayu dan batu jadi tanaman” dari penggalan lirik lagu berjudul Kolam Susu oleh Koes Plus yang melekat dalam negara kita, suatu saat sumber daya alam yang tersedia akan habis seiring bertambahnya populasi manusia.
Apabila sumber daya alam sudah habis, generasi selanjutnya akan menanggung tindakan bodoh dari manusia Indonesia sekarang. Mereka akan menghadapi situasi kerusakan lingkungan yang kritis, kelangkaan pangan, dan pertumpahan darah gara-gara memperebutkan makanan.
Jika satu orang saja tidak sadar membuang makanan itu tindakan tercela, maka bagaimana jutaan orang melakukan kebiasaan tersebut. Fakta tersebut juga didukung oleh laporan United Nations Environtment Program (UNEP) yang berjudul Food Waste Index Report 2021. Laporan ini memaparkan bahwa pada tahun 2019, terdapat 931 juta ton sisa makanan yang layak dikonsumsi berakhir di tempat sampah.
Temuan lebih lanjut dari UNEP memaparkan bahwa sekitar 570 juta ton sampah makanan berasal dari rumah tangga dan sisanya berasal dari industri makanan. Maraknya sampah makanan memicu kerusakan alam yang serius. Keadaan ini diperparah oleh pemanasan global, alih fungsi lahan pertanian, masalah polusi dan limbah, kerusakan alam, dan kepunahan biodervitas.
Baca juga:
Di sisi lain, laporan oleh Economist Intelligence Unit (EIU) pada 2017 menominasikan Indonesia sebagai negara peringkat kedua dengan sampah makanan terbanyak di dunia, dengan rata-rata 300 kg per individu. Artinya, masih banyak orang Indonesia yang dilanda kelaparan dan malnutrisi gegara keserakahan manusia yang hidup berpunya. Lantas, apa konsekuensi buruk sampah makanan terhadap lingkungan? Berikut ini penjelasannya.
Pertama, membuang-buang air. Mayoritas produksi makanan membutuhkan air untuk menjaga tekstur, bentuk, dan cita rasa makanan. Sangat disayangkan manusia tega membuang makanan dengan alasan tertentu.
Sekali lagi membuang makanan sama dengan membuang air. Padahal, ada orang luar yang tidak beruntung di sana harus berjuang mencari makanan dan air untuk bertahan hidup. Agar pasokan air terjaga, maka bijaklah memilih dan menghabiskan makanan sesuai porsi kebutuhan.
Kedua, memicu air lindi. Air lindi ialah air yang bercampur dengan tumpukan sampah organik dan anorganik. Bila hujan turun, air jatuh ke tumpukan sampah dan membentuk aliran air lindi yang siap menggenang atau mengalir dari hulu ke hilir. Air ini sangat bau dan beracun karena mengandung konsentrasi zat organik dan anorganik.
Jika air lindi tidak dikelola dengan bijak, maka lingkungan sekitar juga ikut menjadi tercemar. Dampak buruk air lindi ialah pencemaran air tanah, maraknya penyakit menular, dan memicu efek rumah kaca.
Terakhir, mencerminkan sifat keserakahan manusia. Kita tidak perlu jauh-jauh berbicara soal masalah bangsa dan negara jika praktik membuang makanan masih berjalan di sekitar kita. Hampir setiap restoran, warung makan, rumah, dan acara pesta apa pun, sebagian orang masih membuang dan membiarkan makanan sisa begitu saja.
Dari sekian tindakan mereka tersebut, orang lain pasti mencap buruk sebagai “orang serakah” atau “penjahat makanan” tak peduli siapa pun orangnya. Demikian penjelasan dampak buruk manusia terbiasa membuang makanan. Hanya satu cara meminimalisir sampah makanan, yaitu makan secukupnya dan habiskan tanpa sisa.
Kita sepatutnya mendukung kebijakan restoran semacam All You Can Eat yang memberlakukan denda bagi pelanggan yang tidak menghabiskan semua makanan yang diambil. Meskipun harga makanan di sana melangit, toh restoran tersebut tetap menghargai makanan. Hendaknya, kita memulai dari diri kita untuk menumbuhkan rasa menghargai makanan. Lalu, kita bisa sembari mengedukasi orang lain di sekitar kita agar berhenti menyia-nyiakan makanan.
Photo by Jasmin Sessler via Unsplash
Referensi:
https://www.unep.org/resources/report/unep-food-waste-index-report-2021
htttps://www.hijauku.com