Mentari yang Merembulan

Oleh : Daud Al Furqan

Diterkam kesunyian yang pura-pura teduh, padahal peluh
Mencicipi sinar senjanya kala terdiam di sudut tempat

Sisa cahaya yang memamiti sela- sela atap yang bocor
Bersaing untuk saling menemani tempat sudut yang ramai oleh kepeluhan

Aku dan hati saling bertanya, tentang satu kesatuan, yang menjadi satu tapi tak terasa menyatu

Apakah aku pemilik hati itu?
Dan akukah yg menghatikan jasad ini, ataukah sebaliknya

Dan inikah malam?
Ataukah hanya berpura-pura malam?

Lalu kenapa siang tak mau menyapaku
Adakah salahku padamu wahai sinar mentari?
Hingga kau simpan kehangatanmu untuk batin ini
Batin yang hampir mengeras kedinginan,
Inikah malam dengan cahaya rembulan nya, atau hanya sebatas matahari yang membulan? Entahlah

Wahai langit,
Jangan berpura-pura bisu dengan kebisuanmu, kau pun teramat sedih walau berdekatan dengan matahari dan bulan

Tapi aku lebih sempurna darimu, mampu menangis dengan mata yang kumiliki
tak seperti kesombonganmu, yang harus meminjam air dari samudera, kemudian kau olah sedemikian rupa, lalu kau pun menangis,

Mendekatlah langit, beri aku pelukan yang akan membuat semesta iri
Jangan kau pura-pura tegar layaknya sang arsy,
Arsy yang kata para Taimiyah tempat Tuhan bersemayam

Mengapa kau tak belajar kuat seperti bumi yang kupijak, tak pernah menangis, hanya sesekali mengaungkan diri di atas penghuninya

Kini matahari telah menyembunyikan kementariannya
Ia berpura-pura tampil dengan cahaya bulan
Aaakh, bagiku sama saja
Tetap matahari yang membulan di dunia yang membumi

Jangan sungkan Hai matahari, aku siap dengan kehangatanmu,
Walau harus mati di dalam pelukanmu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *