Oleh : Genta Ramadhan
(Alumni S1 Sejarah UGM)
Manusia adalah makhluk yang senantiasa berpikir dan menghargai sesuatu yang bermakna dalam kehidupannya. Entah materi, keluarga, pengalaman, masa muda, dan sebagainya. Kuasa ingatan manusia ikut berkontribusi untuk menciptakan kesan bermakna atas peristiwa sejarah yang dilalui. Nikmat seperti ini tidak dimiliki oleh kalangan hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Karena kemampuan berpikir yang manusia bisa menerjemahkan peristiwa alam dan sosial. Agar bisa melakukannya, ilmu menjadi alat bantu manusia untuk menjawab teka-teki misteri kehidupan. Di sini, tulisan ini membahas soal tafsir sejarah Indonesia terhadap 15 Januari. Sebab manusia ini sukanya memperingati hari-hari yang bersejarah baginya. Contohnya seperti apa?
Misalnya tanggal 28 Oktober, 17 Agustus, 10 November, dan seterusnya pasti mengandung makna tersendiri dalam lini masa sejarah Indonesia. Kuntowijoyo dalam Pengantar Ilmu Sejarah menerangkan sejarah memiliki tiga keunikan yang tidak dimiliki ilmu lainnya, yaitu unik, detail, dan partikular. Beberapa tanggal yang disebutkan di atas sudah memenuhi syarat sebagai peristiwa sejarah.
Selain itu, tanggal 15 Januari memiliki makna historis tersendiri. Hal ini tergantung tingkat pemahaman sejarah dan urgensi kepentingan setiap orang. Beberapa orang menyebutkan 15 Januari merupakan Hari Dharma Samudra. Peristiwa ini bermaksud untuk mempringati Komodor Yos Sudarso bersama ABK lainnya yang gugur dalam Pertempuran Laut Aru.
Saat itu, Indonesia sudah berjuang hebat untuk merebut Irian Barat dari Belanda dengan cara apapun. Negosiasi empat mata gagal, sidang forum internasional nihil, dan metode diplomasi offensif juga demikian. Maka tak ada pilihan lain, Presiden Sukarno memulai Operasi Trikora yang diampu langsung oleh Mayjen Suharto. Namun, peristiwa nahas menimpa pihak Indonesia, salah satunya Pertempuran Laut Arafuru. Gugurnya Komodor Yos Sudarso menyebabkan AURI dikambinghitamkan karena tidak siap memberikan air cover (Perlindungan Udara) dalam misi infiltrasi ke Irian Barat.
Berikutnya tafsir sejarah Indonesia terhadap 15 januari ialah Peristiwa Situjuah. Kisah ini terjadi di Nagari Situjuah Batua. Kecamatan Situjuah Limo Nagari, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat. Karena peristiwa tersebut diketahui secara lokal, maka tidak banyak orang yang tahu karena sudah dininabobokan oleh ‘sejarah resmi pemerintah’. Yang pasti, peristiwa ini memiliki benang merah dalam Agresi Militer Belanda II. Lantas seperti apa kaitannya?
Setelah Yogyakarta dikuasai oleh militer Belanda, maka mandat kekuasaan Republik diberikan kepada Syafruddin Prawiranegara yang sedang di Bukittinggi. Tidak menunggu lama, Syafruddin berhasil membentuk PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) dan segera pindah ke tempat yang lebih aman. Untuk melemahkan moril pejuang, Belanda memplesetkan sebagai Pemerintah Dalam Rimba Indonesia. Kegiatan politik PDRI di Sumatra Tengah sering berpindah-pindah karena menghindari kejaran serdadu Belanda. Beruntung, warga setempat turut mendukung usaha PDRI dalam mempertahankan posisi Republik.
Sementara di Situjuah Batur, para pejuang Barisan Pengawal Negeri dan Kota (BPNK) tengah mengadakan rapat rahasia. Di sana hadir tokoh pejuang seperti Chatib Sulamain, Tantowi, dan Arisun Sutan Alamsyah. Mereka sepkat akan melakukan serangan balik posisi Belanda di Payakumbuh. Hal ini bertujuan untuk membuktikan kepada dunia bahwa Republik masih ada. Sayangnya, tentara Belanda mengetahui rencana dan posisi mereka, hingga akhirnya mereka semua ditembak saat hendak melaksanakan salat subuh pada 15 Januari 1949.
Terakhir, tanggal 15 Januari dalam sejarah Orde Baru diperingati sebagai Peristiwa Malari. Ipong Jazimah menerangkan peristiwa Malari disebabkan oleh tiga faktor, yaitu kontestasi politik pada tahun 1970-an, protes pembangunan TMII, dan isu penanaman modal asing di Indonesia. Namun siapa sangka aksi yang dilakukan mahasiswa harus berakhir dengan tindakan anarkis. Apesnya lagi, peristiwa ini bertepatan momen kunjungan Perdana Menteri Jepang Tanaka Kakuie.
Akibat peristiwa tersebut, citra mahasiswa ikut tercoreng karena dituding melakukan kerusuhan. Untungnya Gubenur Jakarta Ali Sadikin (Bang Ali) tidak menyalahkan mahasiswa. Beliau menduga bahwa ada kelompok pengacau yang ikut mencoreng citra mahasiswa, meskipun tidak tahu siapa dalang di balik kerusuhan ini. Yang jelas, setelah peristiwa tersebut politik mahasiswa selalu dipreteli oleh rezim Orba hingga tahun 1998. Sementara itu, Jenderal Sumitro menyebutkan bahwa peristiwa malari merupakan strategi akal bulus Ali Murtopo. Hingga akhirnya, karir militer Sumitro harus kandas pada tahun 1974.
Jadi, dari beberapa kisah yang diceritakan dapat disimpulkan bahwa tanggal 15 Januari menyimpan beragam peristiwa penting dalam lini masa sejarah Indonesia. Singkatnya tanggal 15 Januari bisa ditafsirkan sebagai bagian episode perjuangan Indonesia merebut Irian Barat, perang kontinuasi Indonesia atas ‘aksi polisionil’ Belanda, dan perlawanan mahasiswa terhadap rezim Orde Baru.
Setiap tanggal yang berjalan pasti ada makna historis, apalagi peristiwa yang berbeda pun terhimpun dalam tanggal yang sama. Semuanya tergantung kadar dan sudut pandang pemahaman setiap manusia. Tugas kita ialah menghargai perbedaan pendapat orang selagi memiliki fakta dan arguman yang logis.