Oleh : Hamida NA
Manusia adalah makhluk yang terlahir tanpa daya dan upaya, kemudian bagaimana sabda bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain, dapat terwujud?. Kita memang perlu untuk mengingat bahwa manusia makhluk yang tidak berdaya dihadapan Tuhan, namun begitu telah dibekali akal dan budi oleh sang pencipta, dan seiring dengan ketidakberdayaan ketidaktahuan manusia Allah sebarkan pelita di bumi, melalui dalamnya samudra keilmuan. Hal tersebut menjadi penanda mengapa manusia perlu untuk mendapatkan proses pendidikan, yang tidak lain agar memperoleh ilmu pengetahuan, sehingga dapat membentuk manusia sebagai insan kamil, serta peradaban yang lebih baik.
Pengembaraan manusia untuk mereguk dalamnya ilmu pengetahuan, seringkali melenakan diri akan pentingnya untuk mengamalkan ajaran dan ilmu yang telah dipelajari. Semestinya ilmu menjadi sarana bagi manusia untuk dapat memahami hakikat keberadaannya. Menyadarkan manusia untuk menegakkan yang haq dan mencegah yang munkar. Telah sering bersama kita dengar ungkapan “ilmu tanpa amal, laksana pohon tak berbuah”, orang berilmu yang perilakunya tidak mencerminkan pengetahuannya, yang ilmunya hanya diujung lidah, sesungguhnya tidak dapat merasakan keberkahan ilmu. Keberkahan ilmu adalah ketika dapat dimanisfestasikan dalam aksi nyata, yang membawa manfaat bagi diri dan sekitarnya.
Manifestasi ilmu juga dapat berupa keteladanan. Keteladanan menjadi transfer nilai keilmuan yang efektif. Semboyan Ki Hajar Dewantara salah satunya adalah Ing Ngarsa Sung Tuladha, seorang pemimpin selayaknya mampu memberi contoh yang baik. Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Kalathida melalui “sinom”-nya menegaskan bahwa tidak adanya keteladanan dari pemimpin mengakibatkan rusaknya Negara. Barangkali demikian yang terjadi pada negeri ini, menafikan pengamalan nilai keilmuan Nusantara, sehingga lebih banyaknya penyimpangan dibanding keteladanan sikap dan kebijakan pemangku jabatan. Banyak sudah ujaran dan gerakan yang menggaungkan kemerdekaan, mengikrarkan kesejahteraan, demi keadilan rakyat, demi rasa cinta tanah air, namun kenyataan implementasinya?
Apalah artinya ilmu tanpa pengamalan? Apalah artinya cinta tanpa pembuktian? .
Yayasan Peneleh Jang Oetama melalui berbagai bidang gerakan telah mengonsolidasi aksi nyata membangun peradaban negeri yang sesuai jati diri Nusantara, untuk mengembalikan jangkar kebudayaan dan mewujudkan Indonesia yang Zelfbestuur. Salah satu buktinya adalah pembangunan masjid kampus URuP di Sumbawa dan Lombok, sebagai pusat pembelajaran gratis, dengan maksud terbentuknya peradaban yang berketuhanan, memuliakan sesama, lestari lingkungan, dan terciptanya kesejahteraan bersama. Mari bersama mewujudkan Indonesia yang Zelfbestuur dengan aksi nyata.