KORANPENELEH.ID – Warga Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah terus berusaha pertahankan tanah mereka hingga layangkan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Hal itu dilakukan menindaklanjuti keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memenangkan Ganjar dari gugatan mereka.
Tanah yang telah mereka huni puluhan tahun, terancam rusak. Pemerintah berencana menambang tanah mereka demi memenuhi bahan bangunan pembangunan proyek Bendungan Bener.
Koalisi Advokat Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) ajukan Kasasi atau banding ke Mahkamah Agung. Meskipun mereka tidak yakin, MA akan bersikap independen dan netral.
“Kalau prinsip kesetaraan dan keberpihakan tidak dijalankan oleh hakim, untuk apa ada lembaga itu,” terang perwakilan advokat yang mengawal perkara ini.
Meskipun sidang di MA sangat tertutup, dan masyarakat tidak bisa mengawal secara menyeluruh. Ia harap teman-teman tetap melanjutkan gerakan dan kampanye, mengingat perkara ini bukan lagi perihal domestik.
“PTUN tidak memperhatikan aspek lingkungan dan genjer dalam mengambil keputusannya. PTUN pun telah berkali-kali melakukan hal yang sama. Seperti kasus Kendeng dan Boyolali,” tuturnya.
Ia juga mengatakan kenyataan pilu yang terjadi di sana. Menurut keterangan warga, beberapa orang dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) tengah sibuk berusaha mengukur tanah di sana. Padahal jelas-jelas warga menolak.
Dalam video konferensi yang ditayangkan live di akun youtube Jatam itu, terlihat beberapa ibu-ibu Wadas yang tengah berkumpul di salah satu posko. Salah satunya pun mewakili yang lain menyuarakan suara hatinya. “Meskipun perjuangan mereka di PTUN belum berhasil, kita akan terus berjuang hingga hak kita benar-benar pulih,” terangnya optimis.
BPN Purworejo pun telah mengajukan permintaan pengamanan saat melakukan pengukuran kepada pemerintah Kabupaten Purworejo guna mengantisipasi perlawanan warga. Menurutnya, hal ini jelas akan menimbulkan konflik.
“Mereka kan bisa melihat, seharusnya mereka juga melapor ke gubernur dan presiden. Jelas-jelas warga menolak,” terangnya.
Dalam konferensi itu, ia juga mengkritik perkataan gubernur dan presiden yang kontradiktif dengan kenyataan. Mereka yang selalu mengajak generasi muda untuk berani bertani, malah sekarang sedang menghancurkan lahan pertanian.
“Statement yang penuh cita-cita tapi implementasinya nggak ada,” katanya. (Mei/Red)