Anggi Prahesti
Pola pendidikan dan pengajaran yang terjadi sejak pandemi Covid-19 menghantam Indonesia terasa berbeda dalam tataran praksisnya. Sistem daring menggunakan platform aplikasi seperti Zoom, Google Meet, dan sejenisnya seakan menjadi tawaran terakhir untuk menghadapi masalah tersebut. Hal ini tentu membawa beberapa dampak, baik yang positif maupun negatif.
Pembelajaran jarak jauh yang tampil menggantikan pembelajaran tatap muka memiliki konsekuensi yang cukup berbahaya bagi perkembangan peserta didik yang menjalaninya. Sebagai contoh, interaksi dan komunikasi secara langsung yang melandasi terbentuknya chemistry antara guru dan murid tentu menjadi sulit untuk terwujud jika dalam praktiknya mereka yang diistilahkan sebagai murid tidak menyalakan kamera selama proses pembelajaran daring yang dilaksanakan.
Tak hanya itu, pendidikan yang sejatinya bertujuan untuk mentransmisikan pengetahuan dan nilai kemudian tereduksi menjadi sekadar transfer pengetahuan, yang mana itu pun belum tentu memiliki akurasi maksimal pada implementasinya. Dimensi nilai yang menjadi akar dari laku kehidupan manusia selanjutnya tergerus perlahan demi perlahan, sampai kemudian hal itu hilang tak berbekas di ruang-ruang pembelajaran secara maya.
Akibatnya, banyak anak dan remaja zaman sekarang yang kehilangan karakter dan nilai dirinya. Oleh karena itu, internalisasi nilai melalui pendidikan secara luring seharusnya dipertimbangkan oleh pemangku kebijakan, di samping solusi-solusi alternatif yang juga tak kalah penting. Atau akankah hal ini tetap dibiarkan hingga akar kebudayaan dan sejarah bangsa benar-benar tercerabut secara total?