Koranpeneleh.id- Hari Sabtu (22/05/21) Keluarga Yayasan Peneleh Jang Oetama (YPJO) melakukan Tradisi Syawalan Nasional secara sinkron melalui media pertemuan virtual. Tradisi yang lebih dikenal dengan Halal Bi Halal ini mengundang seluruh elemen dari YPJO di antaranya Aktivis Peneleh, Waroeng Jang Oetama (WJO), Peneleh Research Institute, Penerbit Peneleh, Peneleh Youth Volunteer Camp (PYVC), dll. Di mana saling memaafkan menjadi momentum pokok pada acara ini.
Syawalan ini dibuka dengan bacaan Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 10-14 yang berisi tentang silaturahmi dan dibacakan oleh Ramli, seorang Aktivis Peneleh asal Lombok. Kemudian dilanjutkan dengan sambutan-sambutan dari berbagai elemen YPJO. Dimulai dari sambutan oleh Dr. Ari Kamayanti, Dr. Aji Dedi Mulawarman, Hendra Jaya, Fadhir AI Lamase, A. Tsiqqif Asyiqullah, Asep Irawan, Ayudia Sokarina, Iskandar Eka Asmuni, dan Ahmad Fauzi.
Sambutan-sambutan yang disampaikan selalu didahului permintaan maaf, kemudian dilanjutkan dengan refleksi maupun petuah bijak. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Dr. Aji Dedi Mulawarman yang merefleksikan lahirnya peristiwa Halal Bi Halal di Indonesia. Bahwa Bung Karno saat itu berkonsultasi kepada Wahab Hasbullah, “Bagaimana supaya ideologi tidak saling menghancurkan negeri ini, ya sudah gini aja kita bikin acara aja secara nasional bikin lah yang namanya syawalan halal bihalal nasional, sejak itu Indonesia punya tradisi,” tutur Aji Dedi Mulawarman.
Para pemberi sambutan juga saling melaporkan perkembangan masing-masing. Misalnya saja pembangunan Masjid Kampus URUP yang berada di Sumbawa dan Sembalun , dilaporkan oleh Aji Dedi bahwa upaya pembangunan tersebut merupakan bagian dari menyelamatkan NKRI untuk menjemput kemenangan, yang Ia landaskan dari sebuah falsafah Jawa berbunyi, “nek golek urip nang wetan lan nek golek kemenangan nang kulon.”
Laporan lainnya juga dipaparkan oleh Ahmad Fauzi, Manajer Penerbit Peneleh yang mengenalkan tentang posisi Penerbit sebagai pendukung materiil maupun ideologis dari kegiatan YPJO. Fauzi menuturkan secara ideologis bahwa, “Buku-buku yang kita terbitkan selalu mempunyai ciri khas yang utama adalah selalu bernafas religiusitas dan memiliki nilai-nilai kebangsaan.”
Tak lupa, acara yang dipandu oleh Dwi Maya (Aktivis Peneleh Kediri) ini diiringi dengan lantunan salawat Nariyah oleh Anik Meilinda. Selain itu, ada pembacaan puisi oleh Zulfa Ilma Nuriana dan Iskandar Eka Asmuni yang membawakan karya Zawawi Imron berjudul “Idul Fitri dalam Puisi”. Kemudian acaranya ditutup dengan doa oleh Nashrudin Latif. (Wita/Red)