
Aktivis Peneleh menghadirkan acara bertajuk “Bincang Kepemudaan” sebagai pemantik jiwa kepemudaan Indonesia mengingat realitas dan ketimpagan yang terjadi di negeri ini. Acara yang mengangkat tema “Kaum Mustadh’afin dan Keadilan Sosial Perspektif Mahasiswa” ini diselenggarakan melalui aplikasi zoom, pada hari Senin, 22 Maret 2021.
Mengundang 6 orang pembicara yang memiliki peran dan posisi luar biasa di dunia aktivis mahasiswa- M. Robby R. Karman, S.E.I. (Sekretaris Umum DPP IMM), Zaunnur Roin (Sekretaris Jenderal PB HMI MPO), Susanto Triyogo, S.T. (PJS Ketum PP KAMMI), M. Ageng Sendu S. (Sekretaris Jendral DPP GMNI), Dr. Lalu Sirajul Hadi, M.Pd. (Sekretaris Jenderal Pimpus HIMMAH NW), dan Muh. Fadhir A.I. Lamase, S.Ak. (Kepala Sekolah Nasional Aktivis Peneleh)- dengan harapan acara ini dapat menjadi tempat bertukar pikiran dan sarana menyusun desain aksi dalam menyelesaikan masalah mustadh’afin di Indonesia.
“Sejatinya, tema ini menggambarkana tentang realitas, kegalauan, dan sekaligus tentang bagaimana mencari jalan keluar secara bersama-sama sehingga permasalahan di sekitar kita menjadi lebih baik,” terang Lalu Sirajul Hadi, sebagai pembicara pertama.
Pada umumnya sama, setiap pembicara sepakat bahwa kaum mustadh’afin adalah objek perjuangan. Yang mana, kaum mustadh-afin memiliki pengertian kaum tertindas, seperti yang dijelaskan oleh “Bagi kita, gerakan mahasiswa yang berbasis religius atau basis keagamaannya khususnya Islam, tentu sudah selesai kita membahas mengenai pembelaan terhadap mustadh’afin. Karena, kalau kita lihat dari sejarah nabi sendiri, sejarah yang saya pikir penuh dengan momen-momen di mana Rasulullah selalu membela kaum yang tertindas,” tutur Roby R. Karman.
Roby juga memaparkan bahwa banyak sekali ketimpangan yang terjadi, termasuk tentang fakta bahwa banyak alumni aktivis pergerakan mahasiswa yang telah berada di posisi-posisi strategis, yang akhirnya hanyut dan melupakan pembelaan pada kelompok yang tertindas, melainkan berbelok mementingkan individu dan golongannya saja. “Persoalannya hari ini bagaimana kesenjangan atau perbedaan itu tidak terlalu parah. Tidak dapat dipungkiri bahwa institusi yang memiliki kesempatan paling efektif, tentu saja negara. Namun, persoalannya hari ini adalah apakah kita masih bisa berharap kepada negara? Atau kita masih bisa percaya kepada eksistensi pemerintah?” tuturnya.
Menurutnya ada dua jalan yang dapat ditempuh untuk mewujudkan keadilan sosial. Pertama, kita berperan sebagai masyarakat sipil untuk mengontrol pemerintah, mengingat wakil rakyat tidak dapat menjamin bahwa dapat menjalankan amanah. Kedua, kita gunakan jejaring politik dengan alumni-alumni gerakan mahasiswa yang telah duduk di tempat-tempat strategis untuk kita dorong agar mereka mewujudkan kebijakan-kebijakan yang berkeadilan. Yang pro dengan rakyat, bukan kepada segelintir kaum elit saja,” pungkas Robby.
Dalam kesempatan ini, Muh. Fadhir, sebagai perwakilan dari penyelenggara juga memaparkan pandangan aktivis peneleh terkait bagaimana melihat realitas dan langkah yang semestinya diambil. Fadhir menjelaskan, bahwa di balik pandangan kita terhadap realitas, pastinya berangkat dari sebuah wacana. Namun, ketika ditinjau lebih dalam, tentu ada nilai yang menggerakkan. “Sehingga keutuhan tentang memahami nilai suatu realitas dan langkah praktek di dalamnya penting kita tinjau lebih mendalam,” terangnya. (Meilinda/Red)