Daras Konsep Politik Marchiavelli dan Hos Tjokroaminoto bersama Yayasan Peneleh Jang Oetama

KORANPENELEH.ID – Yayasan Peneleh Jang Oetama adakan Pra Sekolah Politik Peneleh  berkonsep webinar, dengan tajuk “Daras Konsep Politik II” pada Kamis (5/11/2020) via aplikasi zoom. Kedua konsep  politik yang dibedah yaitu Hos Tjokroaminoto oleh Dr Aji Dedi Mulawarman, dan konsep politik Marchiavelli oleh Mario Prakoso.

Atmaja Wijaya(20) selaku moderator membuka webinar dengan menanyakan kenapa konsep politik Marchiavelli yang kontroversial ini, oleh banyak politisi dan penguasa kerap dijadikan rujukan utama dalam memegang, merebut, bahkan sampai mempertahankan kekuasaan. Kemudian yang lebih menarik lagi, ketika melihat Indonesia saat ini. Kemana kiblat atau rujukan utama itu? “Seperti yang kita ketahui,  Hos Tjokroaminoto sudah memulai konsep politik antara ruang dan waktu itu, dan sesuai dengan versi Islam. Inilah yang membuat kita bisa melakukan perbandingan,” jelasnya.

Menjawab pertanyaan dari moderator, Sekum DPD IMM Jateng, Mario Prakoso membeberkan konsep politik Marchiavelli dengan gamblang, agar kita dapat membandingkan. “Marchiavelli  menitik beratkan bukan pada tataran cara, melainkan pada tujuannnya. Tujuannya untuk mempertahankan kekuasaan, maka halal untuk menggunakan segala cara. Dalam artian, dia tidak meninjau apapun caranya. Baik itu baik atau pun buruk, entah merusak atau membangun,” paparnya.

Selain itu, Mario juga menjeaskan, Marchiavelli berpemikiran, seorang pangeran harus mencitrakan dirinya untuk dicintai rakyatnya. Tetapi, dia juga harus mencitrakan ketakutan di tengah-tengah rakyatanya. Jadi, antara kecintaan dan ketakukan ini harus berimbang. Menurutnya, ketika ia tidak menciptakan sistem tersebut, orang-orang akan cenderung pergi darinya, dan melepas begitu saja.

Berlawanan dengan konsep Marchiavelli, Aji Dedi Mulawarman menjelaskan jika Marchiavelli tidak memperdulikan moral dan agama, maka menurut Hos Tjokroaminoto, agama adalah ruhnya, dan pencitraan itu tidak penting. “Beliau tidak mementingkan pencitraan,“ jelasnya.

Selain itu, penulis buku Jang Oetama ini juga menjelaskan konsep politik menurut Pak Tjokro itu adalah politik yang harus mengikuti budi dan rasa menembah Gusti. Hal itu bisa didasari oleh ibadah keumatan. Puncaknya, Islam rahmatan lil ‘alamin.

Diadakannya webinar ini menyadarkan Boby, salah seorang peserta sekolah politik asal Lombok, sebagai pemuda wajib hukumnya mempelajari politik. Menurutnya, sudah cukup kita dibodohi oleh pilitikus akiba kita gagap bahkan buta politik. Dia juga berharap, kegiatan seperti ini harus terus dilaksanakan, guna menyelamatakan pemuda yang nantinya akan terjun ke dunia politik agar tidak jatuh ke lubang yang sama. “Kalau belajar dari Pak Tjokro, maka politik harus tentang ummah, sebagai bentuk penghambaan kepada Tuhan (menembah Gusti),” pungkasnya. (Meilinda/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *