Koranpeneleh.id – Agenda Bedah Buku ‘Akuntansi Pertanian a Prophetic Legacy’ karya Dr. Aji Dedi Mulawarman dilaksanakan via aplikasi zoom oleh kerjasama Aktivis Peneleh dari berbagai regional seperti Malang, Surabaya, Jombang, Bangkalan, dan Kediri. Bedah buku ini berjalan lancar dimulai pada jam 09.00 hingga 10.45. Narasumber acara ini diisi oleh Dr. Aji Dedi Mulawarman selaku penulis buku dengan pembanding Dr. Zulkarim Salampessy dan dihadiri ratusan peserta diskusi dari berbagai daerah.
Buku ‘Akuntansi Pertanian’ dibedah secara detail oleh Dr. Aji Dedi Mulawarman yang merupakan suatu paradigma baru yang berbeda dengan paradigma Akuntansi maupun Pertanian konvensional. Berbagai poin dijelaskan sedikit demi sedikit agar para peserta diskusi mampu menangkap maksud dan tujuan Akuntansi Pertanian yang dimaksud Dr. Aji Dedi Mulawarman. Dalam hal ini, menurutnya Akuntansi Pertanian bukan dua hal yang jauh dibatasi garis diametral.
“Akuntansi dan Pertanian bukan merupakan entitas yang saling mensubordinasi. Akuntansi dan Pertanian merupakan bagian dari empat substansi (kesucian, kesejahteraan, berkeadilan, dan mensejahterakan) dalam satu kesatuan.” Paparan Dr. Aji Dedi Mulawarman dalam screen presentasinya.
Dr. Aji Dedi Mulawarman merasa resah akan paradigma global yang justru tidak mensejahterakan para petani Indonesia. Kesenjangan pertanian dinilai tidak lepas dari problema evolusi akuntansi konvensional yang ada. Akuntansi yang awalnya bernilai religius kini terus berevolusi menjadi nilai sekuler dan jauh dari berketuhanan. Dari kasus evolusi akuntansi ini berdampak pada sektor pertanian yang justru memarjinalkan para petani.
Indonesia merupakan anugerah dari Tuhan dengan melimpah ruah kekayaan alamnya. Alam tersebut dikelola dan terus dirawat oleh petani. Petani sebagaimana dikatakan oleh KH. Hasyim Asyari pada Keoetamaan Bertjotjok Tanam dan Bertani dalam Soeara Moeslimin Indonesia tahun 1944, merupakan penolong negeri juga sebagai sendi tempat negeri disandarkan. Namun berbeda kenyataannya saat ini, petani justru tidak tertolong dan tidak dapat memberi pertolongan pada negeri karena kasus yang terjadi di lapangan justru tidak mengindahkan kinerja petani. Dr. Aji Dedi Mulawarman juga menyertakan beberbagai fakta terkait masalah pertanian kita ini yang mana harga maupun neraca ‘untung-rugi’ dikuasai oleh beberapa perusahaan agribisnis yang licik. Perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan akuntansi konvensional dengan logika ‘untung-rugi’ bukan menggunakan logika dari petani itu sendiri. Sehingga para pemodal akan terus diuntungkan dan petani akan termarjinalkan.
Banyak hal lain yang menjadi masalah dalam Akuntansi dan Pertanian saat ini. Dalam buku ‘Akuntansi Pertanian’ tidak hanya dibahas tentang masalah-masalah yang ada. Dr. Aji Dedi Mulawarman mengajak untuk merekonstruksi kesucian akuntansi pertanian kembali pada fitrahnya. Konstruksi terbaik akuntansi pertanian ini yakni dengan cara tazkiyah yang menuju hasil akuntansi pertanian yang suci dan berpihak pada lokalitas.
Memperkuat pemaparan Dr. Aji Dedi Mulawarman, Dr. Zulkarim Salampessy juga menyampaikan materinya terkait pertanian yang ada di Maluku, khususnya pertanian cengkeh dan nilai-nilai moralnya. Riset dari Dr. Zulkarim Salampessy menyatakan dengan dengan berdasar pada Pancasila, pertanian di Indonesia pasti sejahtera. Para petani cengkeh di Maluku sendiri masih menerapkan nilai-nilai pertanian yang diajarkan leluhur tanpa campur tangan pertanian global yang tidak mensejahterakan.
Menurut Dr. Zulkarim Salampessy, petani cengkeh di Maluku masih memegang nilai moral yang berkaitan satu kesatuan antara Tuhan, Manusia, dan Alam. Sistem pertanian yang ada di lapangan yakni sistem gotong royong. Antar satu petani dengan petani yang saling bahu membahu dan tidak ada yang namanya kompetisi. Pelaksanaan akuntansi yang berlaku juga bukan soal ‘untung-rugi’ atau catat-mencatat angka saja di atas kertas. Lebih dari itu, saling sapa bil lisan dan kepercayaan satu sama lain merupakan kunci kesejahteraan petani dengan sistem gotong royong.
Demi berlanjutnya diskusi yang interaktif, sesi tanya-jawab dipersilahkan untuk pemahaman yang lebih lanjut dari para peserta. Banyak pertanyaan-pertanyaan kritis terkait akuntansi dan pertanian yang dipaparkan oleh kedua narasumber. Terutama pertanyaaan terkait hal baru bertemunya paradigma ‘Akuntansi’ dan ‘Pertanian’ yang ditulis oleh Dr. Aji Dedi Mulawarman.
Di akhir sesi acara, para narasumber memberi closing statement dari materi-materi yang dibawakan. Keduanya sama-sama optimis bahwa masih ada waktu untuk berubah dan merekonstruksi keadaan Akuntansi Pertanian yang lebih menguntungkan petani dan mensejahterakan Indonesia.
“Akuntansi dalam pertanian jangan melulu persoalan untung rugi, jangan lupakan sistem gotong royong maka puncaknya akan mencapai sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Tutup Dr. Zulkarim Salampessy.
“Silahkan menjadi penggembala, sekalipun penggembala kesepian. Karena para nabi merupakan penggembala yang memiliki ahsanul qashash. Yang terakhir ketika haji wada’, pesan nabi jadilah umat yang terbaik yang dapat membangun relasi-relasi peradaban.” Dr. Aji Dedi Mulawarman mengakhiri rangkaian agenda bedah buku. (Tsiqif/sby)