Oleh: Destiarini, M.Kom
Sang raja tanpa mahkota (De Ongekroonde Van Java) begitulah kaum Kompeni Belanda menyebutnya, lihai cerdas, dan bersemangat. Dia ditakuti dan juga disegani lawan–lawan politiknya. Perjuangannya dalam membela hak kaum pribumi saat itu benar–benar menempatkan dirinya menjadi seorang tokoh yang benar-benar dihormati dialah H.O.S Tjokroaminoto lahir di desa Bakur, Madiun Jawa Timur 16 Agustus 1883 (ada yang menulis beliau lahir 20 Mei 1883) yang bertepat pada waktu Gunung Krakatau meletus. Ia anak kedua dari dua belas bersaudara putra dari Raden Mas Tjokroamiseno, seorang Wedana Kleco dan cucu R.M Adipati Tjokronegoro bupati Ponorogo. Terlahir dari keluarga bangsawan tak membuatnya bersikap angkuh, justru karena itulah ia akhirnya menjadi sebuah motor penggerak kemerdekaan bagi Indonesia disaat semua manusia tertidur dalam belaian kompeni Belanda.
Beliau menganyam pendidikan terbaik di OSVIA iaitu: sekolah untuk pamong praja. Beliau juga merupakan salah satu pelopor pergerakan di Indonesia terutama sebagai guru para pemimpin-pemimpin besar di Indonesia, seperti: Semaoen, Alimin, Muso, Soekarno, Kartosuwiryo dan Tan Malaka. Dalam menjalankan dan menyebarkan ideologinya, Beliau terkenal dengan triloginya iaitu: setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. Ini menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada masanya. Satu penyataan Beliau yang cukup terkenal adalah: Negara dan bangsa kita tidak akan mencapai kehidupan yang adil dan makmur, pergaulan hidup yang aman dan tenteram selama ajaran-ajaran Islam belum dapat berlaku atau dilakukan menjadi hukum dalam negara kita, sekalipun sudah merdeka. Oleh karena itulah Beliau sangat terkenal di Serikat Islam.
Pesan Beliau kepada para murid-muridnya adalah “Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan berbicaralah seperti orator”. Akhirnya perjalanan Beliau berhenti di umur 52 tahun pada tanggal 17 Desember 1934 karena sakit sehabis mengikuti Kongres SI di Banjarmasin, dan tempat peristirahan Beliau terakhir di TMP Pekunce, Yogyakarta.