Oleh: Affandi Ismail (Ketua Umum PB HMI MPO)
Pendidikan yang tidak hanya mampu mentransformasikan ilmu pengetahuan dan skill namun juga pendidikan yang selalu dapat menanamkan nilai keTuhanan/Ilahiah yang sejatinya menjadi basic struktur dalam mengarungi roda kehidupan ini, bukan ekonomi ataupun yang laiinnya. Ekonomi hanyalah menjadi satu elemen supra struktur yang baik ataupun buruknya sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan. Dengan iman dan taqwa kepada Allah Swt yang kokoh, pengetahuan yang logis-ilmiah dan keterampilan yang kontekstual dengan kebutuhan zaman akan menjadi modal generasi untuk survive di tengah zaman yang semakin maju dan menantang. Tiga modalitas itulah yang membuat generasi terdidik (Insan Ulil Albab) dapat bereksistensi sebagai khalifatullah yang memanifestasikan nilai-nilai Ilahiah di tengan dahaga zaman akan cita keadilan dan kemanusiaan. Realitas dunia ini membutuhkan generasi dengan kualitas Insan Ulil Albab sebagai jawaban atas disharmoni atau ketimpangan yang terjadi diberbagai sisi lini kehidupan. Dia hadir untuk menyadarkan kebanyakan manusia yang lupa bahwa dunia ini hanyalah fana, menyadarkan kebanyakan manusia yang terbuai dengan perbendaharaan dan perniagaan dunia dimana mereka bahkan menghalalkan berbagai macam cara untuk mendapatkannya meskipun harus mengalienasikan dirinya sendiri dari fitrah suci kemanusiaannya, menyadarkan kebanyakan manusia yang lalai dari tujuan penciptaannya, mengajak manusia kembali ke jalan yang lurus (shirotal mustaqim) yaitu Diinulaah ‘Azza wa Jalla.
Covid-19 telah membuat wajah dan masa depan pendidikan kita semakin tak menentu. Sekolah mulai dari TK/PAUD, SD, SMP, SMA sampai kampus Perguruan Tinggi tutup. Namun di sisi lain, hal baik yang terus dilakukan adalah tetap melaksanakan aktivitas/proses belajar mengajar dengan segala keterbatasan falisitas dan keberagaman kompetensi personal yang dimiliki dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai pulau Rote. Fakta ini menunjukkan, bahwa nampaknya Pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) memang tidak siap dengan situasi pandemic ini. Padahal sudah sejak lama melalui ruang-ruang kelas sekolah formal dan forum-forum workshop juga seminar memperkenalkan dan mengajarkan tentang E-Learning. Tapi dalam medan tempur melawan pandemic Covid-19 ini, Kemdikbud seolah latah, mati akal dan kehabisan daya kreasi untuk mengahadirkan pembelajaran yang tidak hanya inovatif tapi juga memastikan semua Standar Nasional Pendidikan dapat tercapai meski dalam situasi pandemic seperti sekarang. Hal ini menjadi satu parameter bahwa teori yang diajarkan di sekolah kebanyakan hanyalah sebuah narasi ceramah minim bahkan tanpa aplikasi.
Baca juga: Hijrah Pendidikan: Mendaur Ulang Pendidikan Nasional
Bukan hanya Covid-19 yang membuat wajah dan masa depan pendidikan kita menjadi tidak menentu. Bukan baru hari-hari ini saja kita mengeluhkan realitas pendidikan kita. Tapi sejatinya sudah sejak lama permasahalan pendidikan kita di Indonesia belum terselesaikan mulai dari permasalahan pendidikan yang muncul dari perspektif sistemnya sampai permasalahan pendidikan yang muncul sebagai suatu sistem yang kompleks. Sederhananya pendidikan di Indonesia melalui lembaga/institusi sekolah juga kampus seolah senang terus berada pada zona nyaman hanya menjadi menara gading yang terus bersolek dengan hal-hal yang aksidental saja, seperti lebih banyak disibukkan dengan program mempercantik bangunan infrastruktur sekolah/kampus, tetapi justru nampak minim aktivitas baik secara kuantitas maupun kualitas, yang mengarah kepada pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional itu sendiri sebagaimana yang tertuang di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003 pasal 4 ayat 1 bahwa “Pendidikan Nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air”. Memperindah dan mempercantik gedung sekolah lengkap dengan penyempurnaan fasilitas pembelajarannya bukanlah hal yang salah dan tidak penting dilakukan, namun yang sangat fatal bila Pemerintah lupa akan substansi pendidikan itu sendiri yaitu sebagai sarana untuk memanusiakan manusia atau dengan terminologi lain bahwa tujuan puncak pendidikan adalah melahirkan Insan Kamil atau Manusia Paripurna yang sekali lagi bukan hanya diukur dari kualitas ilmu pengetahuan (kognitif) dan skill (psikomotor) saja namun juga lebih kepada aspek moralitas (afektif) yang mesti kuat dan kokoh sebagai modal menjadi Manusia Seutuhnya, mempertegas Indentitas Kemanusiaan sebagai Manusia Indonesia.
Jika eksistensi lembaga pendidikan di Negeri ini masih seperti menara gading yang berjarak dengan realitas politik, ekonomi dan sosial budaya kehidupan masyarakat, lalu apa artinya Negara mengkampanyekan narasi tentang Revolusi Industri 4.0, apakah narasi ini sebenarnya justru sebagai dalih untuk menghambakan pendidikan kepada kekuatan dan kepentingan Kapitalis Global?
Negara membicarakan Revolusi Industri 4.0 saat ini seperti mimpi di siang bolong, sebab Negara, sekali lagi masih diperhadapkan dengan segudang permasalahan pendidikan dengan kompleksitas yang akut diantaranya adalah masalah perluasan dan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan bagi seluruh warga negara, peningkatan mutu pendidikan, peningkatan relevansi pendidikan dengan tuntutan kehidupan, peningkatan efisiensi dan efektifitas pendidikan, pengembangan kebudayaan Nasional (local wisdom/kearifan local) agar indentitas Bangsa ini tidak habis ditelan oleh hegemoni budaya asing, dan yang tidak kalah pentingnya adalah masalah pembinaan generasi muda sebagai generasi pelanjut tongkat estafek kepemimpinan Nasional. Permasalahan-permasahan inilah yang sejatinya menjadi Program Utama dalam upaya Pengembangan Pendidikan di Indonesia. Jika perhatian Pemerintah luput dari program utama pengembangan pendidikan Nasional ini, sudah dapat dipastikan bahwa generasi bangsa ini secara perlahan tapi pasti akan tergerus oleh roda kemajuan zaman, genarasi bangsa ini hanya akan menjadi genarasi yang latah, konsumeris akut tanpa sedikitpun daya produksi. Dan jika keadaan ini terjadi maka bukan angin segar bonus demografi di tahun 2045 yang akan diperoleh oleh Negara melainkan bencana demografi yang terjadi. Kenapa? Karena generasi mudanya tak unggul dan tak mampu bersaing era Revolusi Industri 4.0 yang penuh dengan akselerasi dan kecepatan yang tinggi (disruption).
Sudah saatnya Pemerintah bangun dari tidur panjangnya, sadari bahwa pendidikan kita sedang terpuruk, contoh yang paling nyata adalah kualitas pendidikan Indonesia masih kalah bersaing dengan kualitas pendidikan di Negara serumpun seperti Malaysia terlebih Singapura. Rendahnya kualitas/mutu pendidikan ini sebagai alamat bahwa pendidikan kita tak lagi mampu menjadi komponen penentu terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhai oleh Allah Swt, tatanan Bangsa dan Negara yang dicita-citakan oleh para pendiri (founding fathers) bangsa ini, tatanan sosial yang memanifestasikan nilai luhur Pancasila dan tatatan ideal sebagaimana yang digambarkan oleh pembukaan UUD 1945. Pendidikan Indonesia terpuruk dan terbelakang, sebab jika ditinjau secara substansial Negara tidak lagi menjadikan Pancasila sebagai paradigma atau landasan filosofis dan moral etis dalam penyelenggaaan pendidikan. Pancasila hanya tinggal pada ucapan lisan dan tulisan semata, namun nilai-nilai luhurnya tidak tertanam kokoh di hati sanubari. Justru jika ditinjau dari sudut pandang yang lebih kritis lagi, nampaknya liberalisme, individualisme, sekularisme, materialisme, hedonisme dan kapitalisme kini telah menghegemoni dan menggerogoti hampir seluruh komponen pendidikan mulai dari segi konteks, input, proses, output dan outcome pendidikan, bahkan sampai pada sendi terdalam pendidikan kita yaitu kesadaran akan Tujuan Pendidikan Nasional. Jika sudah demikian, lalu langkah solutif apa yang dapat dilakukukan oleh Pemerintah untuk menyelamatkan masa depan pendidikan Indonesia?
Pertama; Lakukan revitalisasi paradigma Pancasila sebagai paradigma Pendidikan Nasional. Memanifestasikan nilai-nilai luhur Pancasila dalam rekonstruksi Sistem Pendidikan Nasional. Menjadikan Pancasila sebagai paradigma atau sistem nilai yang mampu terejawantahkan secara utuh dalam praktik pendidikan sebab nilai-nilai luhur Pancasila sangat relevan dengan nilai-nilai ke Islaman dan Ke Indonesiaan. inilah solusi mendasar.
Kedua; Lakukan rekonstruksi sistem sosial, ekonomi, dan politik Indonesia, kemudian merelevansikannya dengan sistem pendidikan Nasional. Reformasi sistemik secara holistik di segala bidang kehidupan dan mensinergikannya dengan sistem pendidikan. Hal ini tentunya mempesyaratkan adanya political will yang berani dari pemerintah atas dasar komitmen kenegarawanan yang kuat dan bebas dari segala bentuk intervensi dan hegemoni asing. ini adalah solusi sistemik
Ketiga; Lakukan tindakan teknis yang objektif, valid dan reliable berbasis research mendalam, yang hasilnya adalah cara konvensional maupun kreatif inovatif untuk keluar dari berbagai permasalahan praktis pendidikan. Keputusan yang cepat dan terukur lalu dilakukan dalam bentuk aksi nyata atau tindakan konkrit di lapangan penting diambil oleh seluruh stake holder pendidikan termasuk pemerintah demi terus menjaga dan meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah/kampus. inilah solusi teknis.
Sejuta Asa untuk Pendidikan Indonesia yang Lebih Maju dan Humanis. Pendidikan adalah Cerminan Masyarakat begitupula sebaliknya, Tatanan Masyarakat adalah Cerminan Pendidikan. SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL (HARDIKNAS) 2 MEI 2020.