Pengantar
Saat ini dunia, khususnya Indonesia mengalami masalah global: pandemi Covid-19. Sejak Februari 2020 saat dikabarkan kali pertama kasus penderita Covid-19 ada di Indonesia, hingga kini di minggu ketiga bulan April 2020, kita telah mengamati upaya internasional, nasional (negara kita), serta gerakan-gerakan regional untuk menghambat dan menghentikan penyebaran pandemi. Dalam rentang itulah, tim penyusun merasa perlu untuk memaparkan beberapa skenario yang mungkin terjadi dan persiapan-persiapan yang dapat dilakukan oleh Peneleh pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya.
Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan akan berdampak tidak hanya secara langsung pada kesehatan, namun juga pada kehidupan beragama, lingkungan, pendidikan, sosial, psikologi, dan ketahanan (termasuk ketahanan pangan) serta keamanan masyarakat. Respon dan kebijakan pemerintah menjadi kunci penting penyelesaian Covid-19, namun sebagai warga negara yang turut peduli, maka Peneleh merasa perlu untuk merumuskan langkah-langkah mendesak sebagai berikut.
Skenario 1. Kurva Normal Siklus Pandemi Terbukti- Indonesia Lolos dengan Baik
Belajar dari pengalaman negara-negara lain yang harus berhadapan dengan pandemi seperti Italia dan AS, lebih kurang 2 bulan sejak kasus pertama terjadi hingga puncak kasus sebelum terjadi penurunan atau flattening kasus terdampak Covid-19. Artinya, Indonesia dalam prediksi akan mengalami puncak jumlah kasus di sekitar bulan April-Mei 2020 dan kurva akan menurun kembali sekitar Juni-Agustus 2020. Dengan menggunakan kurva standar ini, maka diperkirakan Indonesia akan memasuki fase normal sekitar bulan Desember 2020.
Tentu dengan keputusan pemerintah untuk mengimplementasikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), diharapkan bahwa jumlah kasus akan terkendali dalam rentang kapasitas pelayanan kesehatan yang dimiliki Indonesia. Jika ini terjadi maka diharapkan di bulan September-Desember 2020 dan seterusnya, Indonesia akan mulai kembali bangkit menata ekonomi-sosial-lingkungan-budaya dan lainnya.
Terlepas dari itu, implementasi PSBB telah meluluhlantakkan perekonomian yang terindikasi dengan di”rumahkan”nya para pegawai. Secara makro atau nasional, utang negara melonjak drastis. Di level mikro, keuangan keluarga menipis. Di sisi lain, ada dampak psikologis yang mulai terasa dengan Work from Home (WFH) bahkan bagi yang memiiki pekerjaan. Kebijakan pemerintah untuk membebaskan para napi menambah daftar panjang pengangguran. Kita sudah menyaksikan kenaikan tingkat kejahatan di mana-mana dan ancaman penjarahan yang telah diungkapkan oleh kaum menengah ke bawah yang kehilangan mata pencaharian. Bantuan pemerintah seperti pembebasan listrik, dan kartu kerja sedikit mengurangi beban ekonomi, namun bukan beban psikologis, kehidupan beragama (pembatasan sholat berjamaah di masjid, misalnya, dan lain-lain). Setelah kurva terdampak Covid19 mengalami penurunan dan PSBB dicabut, maka Indonesia mulai kembali beraktivitas dan konflik-konflik dapat disudahi.
Skenario 2. Konflik Multidimensi Meluap karena Tak Terselesaikannya Dampak “Normal” Covid-19
Skenario 2 akan terjadi apabila skenario 1 gagal dilewati. Artinya, kurva normal tidak terbukti karena PSBB tidak dipatuhi. Pada 14 April 2020, misalnya, dikonfirmasi 46 tenaga medis RSUP Dr. Kariadi Semarang positif Covid-19 karena pasien tidak jujur atas penyakitnya. Kejadian tidak terkendali seperti ini akan melonjakkan jumlah terdampak dan mendeviasi kurva normal. Kasus di Ekuador seminggu sebelumnya kasus kematian mencapai 400 jiwa, namun dalam minggu berikutnya mencapai 5000 jiwa, sama seperti yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa. Dapat kita lihat hari-hari ini, per 20 April 2020 demonstrasi telah terjadi di kota-kota seperti di Amerika Serikat dan Israel.
Pada tahap ini, konflik sosial yang seharusnya teredam di skenario 1 tak mungkin bisa dielakkan. Pangan semakin menipis, resesi ekonomi mulai dirasakan. Kita sudah mulai mendengar bagaimana para buruh mulai bergerak di tengah tetap berjalannya pembahasan Omnibus-Law yang tidak pro tenaga kerja dan atau buruh. Apabila tidak diantisipasi dengan baik berdasarkan berita-berita yang bereda di media sosial akan terjadi demo buruh besar-besaran tanggal 30 April 2020 (menjelang hari buruh yang bertepatan dengan tanggal 1 Mei 2020). Mahasiswa juga mulai bergerak (atau lebih parah lagi bisa jadi dan semoga tidak seperti yang kita bayangkan bahwa mereka digerakkan oleh kepentingan tertentu) untuk melakukan demonstrasi besar. Hal ini bisa saja berujung pada revolusi jilid III. Revolusi ini akan besar skalanya apabila mahasiswa dan buruh bersatu.
Belajar dari Revolusi Jilid I (1965) dan II penumbangan Orde Baru (1998), maka pada skenario ini kekhawatiran terbesar adalah penumbangan pemerintahan, dengan model tidak terstruktur. Artinya, tidak ada persiapan matang atas tata kelola negara yang baik di tengah masih merajalelanya Covid-19. Jikalau ada, maka pada skenario kedua, kita akan menghadapi perubahan pemerintahan baru yang bermula dengan masalah besar: Covid-19 dan chaos multidimensi. Sebagaimana teori penguasaan teritori, maka kondisi seperti ini akan memberikan jalan bagi intervensi asing untuk mengambil alih negara baik secara langsung maupun tidak langsung.
Skenario 3. Kehancuran Negara-negara dalam skala Global
Pada skenario ini, dampak Covid-19 tidak lagi berada pada tatanan nasional namun pada tatanan global. Hingga hari ini di media sosial maupun media massa elektronik, kebijakan pemerintah tertentu telah menuai kecaman internasional (misal kasus Trump menghentikan sokongan dana ke WHO). Pada 7 April 2020 lalu, The Henry Jackson Society di London memberitakan kemungkinan dunia menuntut Cina. Pada skenario ini konflik antar negara meluas dan dampak ke Indonesia tak dapat dibayangkan mengingat kondisi Indonesia yang juga melemah karena resesi. Konflik global akan meliputi konflik agama maupun konflik antar negara bahkan lintas peradaban. Jika ini terjadi sangat dimungkinkan bahwa perang akan berlangsung hingga 2021-2022, di mana tahun 2022-2023 akan terjadi pemulihan global, dan tatanan baru dicapai di tahun 2023-2024.
Multiplikasi Dampak Seluruh Skenario Akibat Bencana Alam
Sebagai negara yang berada di Ring of Fire, Indonesia menghadapi ancaman alam yang sedang bergerak semakin panas. Pada tanggal 10 April 2020, kita saksikan Anak Krakatau meletus. Gunung Merapi juga semakin sering terbatuk akhir-akhir ini. Jika kekuatan alam ikut beraksi, maka dampak seluruh skenario (1-3) akan termutiplikasi karena ancaman tak lagi hanya Covid-19 namun dampak luas bencana alam.
Program Tandhim Menghadapi Covid-19
Peneleh mengidentifikasi beberapa langkah yang dapat dilakukan dan dalam kendali warga Indonesia. Kita tidak bisa mengendalikan respon/kebijakan negara kecuali memberikan usulan, namun beberapa program tandhim berikut dapat dilakukan atas dasar kekuatan zelfbestuur yang telah dibangun Peneleh sejak 2015. Program Tandhim ini dapat diikuti oleh seluruh warga negara Indonesia yang merasa terpanggil atau terpilih (pinilih-peneleh) untuk melakukan perlawanan agar tak jatuh dalam keterpurukan akibat Covid-19.
1. Kekuatan Gerakan Budaya/Modal Sosial
Indonesia adalah negara yang kaya dengan kearifan lokal karena banyaknya suku bangsa yang disatukan oleh nilai Bhineka Tunggal Ika. Kearifan lokal ini adalah kekuatan luar biasa yang selama ini bisa jadi dinomorduakan karena ketergantungan dan terombang-ambingnya pemuda dalam arus globalisasi yang kuat. Saat ini adalah saat tepat untuk kembali menghidupkan gerakan budaya/modal sosial. Peneleh dapat dan menghimbau untuk melakukan program berbasis kearifan lokal. Adapun yang telah dilaksanakan dan mulai berjalan di berbagai regional, serta rencana program tandhim adalah:
a. Menghidupkan Tradisi Luhur
1) Gerakan kembali ke makanan dan minuman tradisional. Gerakan ini mendorong masyarakat untuk memahami bahwa Indonesia memiliki kekayaan rempah dan bahan makanan/minuman khas yang kaya dengan khasiat alami. Khasiat ini sangat bersifat lokal dan sesuai dengan karakter lingkungan tropis yang tidak dimiliki oleh negara lain. Peneleh telah memulai gerakan ini dengan memperkenalkan minuman tradisional Madura, yaitu Poka’ dan Gula Aren Siwalan.
2) Program Lumbung Lokal dan Jimpitan. Program ini telah berjalan dan telah dilaksanakan di Malang, Kediri, dan Singosari. Pengumpulan dan distribusi bahkan telah beroperasi dengan baik. Kunci program ini bukan saja tentang pengumpulan pangan untuk ketahanan, lebih dari itu data lumbung lokal yang dapat dibagi dalam jaringan yang aman dapat membantu seluruh daerah, apabila satu kekurangan, maka lumbung yang berlebih dapat memberikan bantuan. Data lumbung nasional dari berbagai lumbung lokal atas semangat zelfbestuur masyarakat akan mampu menjadi data buffer pangan yang mana distribusi dapat dilakukan sesuai kedekatan daerah tanpa tergantung pada pemerintah pusat. Hal ini akan sangat membantu apabila lockdown diefektifkan pada skenario terburuk.
3) Melaksanakan produksi riil atas kebutuhan mendesak bagi pencegahan Covid-19. Peneleh telah memproduksi Probiotik Hand Sanitizer dan membagikannya secara cuma-cuma melalui jejaring regional Aktivis Peneleh di seluruh Indonesia.
4) Distribusi Probiotik Hand Sanitizer dan Masker dengan menjalin jejaring berbasis semangat persaudaraan dan kedermawanan lintas komunitas di luar Aktivis Peneleh.
5) Mengajak semua elemen pendidik untuk memberikan materi dan mengajak siswa/mahasiswa untuk peduli dan tanggap atas pandemi Covid-19.
6) Membuat jejaring ekonomi-sosial-budaya-lingkungan antar regional dengan semangat gotong royong.
b. Gerakan aktivitas penjagaan morale, akhlaq, dan kejiwaan anak dan pemuda.
1) Anak dan Pemuda yang berjiwa “bebas” bisa jadi merupakan pihak yang terdampak secara psikologis di tengah pembatasan sosial/physical distancing. Peneleh perlu merancang program yang memungkinkan anak-anak dan pemuda untuk tetap beraktivitas fisik di rumah dan atau lingkungan perumahan namun dengan jaringan pemberitaan atau pendampingan online termasuk menghidupkan permainan tradisional yang masih bisa menjaga physical distancing. Perlu untuk memberikan pemahaman khususnya pada anak-anak dengan bahasa mereka yang mudah dipahami namun tidak menakutkan agar mereka dapat menjaga diri dari Covid19. Selama ini pemberitaan lebih berfokus pada audiens dewasa.
2) Sebagai program untuk mengantisipasi dampak psikologis, Peneleh mencanangkan membuat program hotline psikologis berskala nasional, dengan mengajak seluruh mahasiswa psikologi untuk menjadi relawan mempertahankan kesehatan mental. Hotline ini perlu didampingi mentor ustad/ustadzah maupun mentor agama lain sesuai keyakinan agar penjagaan mental ini tetap pada koridor religius.
2. Gerakan Media Literasi
Peneleh telah memiliki media literasi baik http://www.koranpeneleh.id maupun penerbitan. Media ini adalah program tandhim dalam hal:
a. Penyajian tulisan “ideologis” yang mampu menyadarkan pemuda dan pembaca pada umumnya untuk bergerak melakukan hal baik bagi Indonesia yang berakar pada nilai ideologis, bukan sekadar gerakan kebaikan “ikut-ikutan”.
b. Mengajak pemuda untuk menyalurkan energi melalui tulisan, sebagaimana yang telah dilakukan beberapa Penata Aktivis Peneleh Regional (Tulungagung, Blitar, Jombang, Kediri, Lombok, dan Malang)
c. Menjadi sarana pemberitaan “baik” tentang Covid-19 (misal kesembuhan pasien, kesuksesan program berbasis kebudayaan- dari proram tandhim 1, dan lain-lain). Berita baik akan meredakan keresahan dan akan mampu meredam konflik.
d. Penyajian tulisan “konter-agitasi” agar pemuda/mahasiswa tidak mudah ditunggangi kepentingan tertentu dengan menyajikan data dan atau informasi tentang berbagai kepentingan
3. Menggalakkan Kekuatan Jejaring Aktivis
Tidak bisa dipungkiri, ribuan Aktivis Peneleh telah tersebar di seluruh Indonesia bahkan mancanegara, mulai jalur Diksarnas, Sekolah Aktivis Peneleh Regional, Relawan Riset, dan Peneleh Youth Volunteer Camp. Para Aktivis ini dapat diaktifkan untuk melaksanakan Program Tandhim Covid-19, sekaligus secara rutin dikumpulkan (secara daring dalam masa PSBB) untuk koordinasi sekaligus melakukan konter agitasi untuk menghindari penunggangan kepentingan.
4. Memperkuat dan Memperluas Jejaring Internasional
Dengan keberadaan Ambassador Peneleh Internasional (Duta Peneleh Internasional), Peneleh telah melakukan International Online Guest Lecture Series (Yunani, Oman, Malaysia, Nepal, Indonesia) yang berhasil menghimpun dana puluhan juta rupiah dan masih terus berlangsung penghimpunan dananya hingga saat ini. Pada tahun 2020, selain International Conference on Religious and Cultural Studies (INCRECS) 2 tahun 2020, akan diselenggarakan juga International Research Collaboration – Indonesia dan India. Kegiatan ini bisa jadi merupakan riset pertama kolaborasi internasional terbuka secara daring, yang direncanakan bahkan sebelum Covid-19. Kerjasama akan diperluas secara institusional di tahun 2021. Jika sejak tahun 2019, Peneleh telah bekerja sama dengan institusi di India, maka tahun 2021 institusi di Nepal akan bergabung. Konsistensi Peneleh untuk melakukan aksi sosial lintas agama-ras-negara telah menarik hati baik di level internasional. Dalam jaringan ini gagasan diskusi terdekat adalah diskusi Timur-Barat untuk melakukan rekonsiliasi peradaban dengan semangat pemberitaan baik yang diharapkan dapat melakukan konter terhadap galaknya pemberitaan konspirasi dunia.
Penutup
Demikian 4 Program Tandhim Peneleh untuk Negeri atas pandemi Covid-19 ini disusun. Peneleh menghimbau seluruh aktivis untuk dapat mengikuti program ini dan juga seluruh warga negara Indonesia yang merasa terpilih (pinih-peneleh). Akhir kata, kita hanya dapat melakukan upaya terbaik yang harus atau mutlak diikuti dengan doa kepada Sang Penguasa Takdir. Semoga bangsa Indonesia dan seluruh umat manusia dapat melampaui cobaan ini dan menjadi lebih bertakwa dalam prosesnya.
Billahi fi Sabilil Haq
Singosari, Sabtu 18 April 2020/24 Sya’ban 1441H
Tim Penyusun Program Tandhim I Peneleh untuk Negeri:
Ketua : Dr. Aji Dedi Mulawarman
Sekretaris : Dr. Ari Kamayanti
Anggota :
Dr. Novrida Qudsi Lutfillah
Tarra Ismaya, S.Psi.
Ahmad Fauzi, S.Sos.
Iskandar Eka Asmuni, SM.
Asep Irawan, ST.
Hendra Jaya