Oleh: Elana Era Yusdita (Koordinator Aktivis Peneleh Madiun)
Madiun- Sejak Covid-19 menghantam Indonesia dan lambat laun menyebar ke berbagai daerah, satu demi satu langkah pemerintah daerah untuk mencegah penyebaran virus ini bermunculan. Kota Madiun, sebagai jalur utama pantai selatan antara Jawa Timur dan Jawa Tengah merasakan keresahan yang sama.
Padatnya arus lalu lintas di akhir pekan juga dipicu oleh letak Kota Madiun sebagai pusat eks-Karesidenan Madiun. Akhirnya pada pertengahan Maret 2020, Walikota Madiun mengambil keputusan mempersempit jalur masuk ke Kota Madiun dengan cara memulihkan jalan di akses masuk kota.
Penyemprotan disinfektan juga dilakukan di berbagai titik yang dipilih sebagai hasil pengalihan beberapa ruas jalan. Kebijakan ini berdampak pada sepinya penduduk kota yang lalu lalang. Jika nekat mengadakan kumpul-kumpul bareng, meskipun itu adalah warung atau lesehan pinggir jalan, Satpol PP akan turun tangan untuk membubarkan. Pedagang pada akhirnya hanya memberi kesempatan untuk berjualan pada pagi hari dengan sistem bungkus / takeaway dan pemesanan daring saja.
Meskipun Pemerintah Kota Madiun berhasil mengurangi jumlah positif Covid-19 ke angka nol (data Pemkot Madiun per tanggal 11 April 2020), ada aspek ekonomi yang tetap terdampak. Karena takut tertular Covid-19, otomatis sopir ojek online sepi penumpang, yang berarti daya belinya menurun untuk kebutuhan sehari-hari. Karena ada kebijakan kerja di rumah, beberapa pedagang, kantor, pusat produksi menangguhkan kegiatannya, tidak ada pemasukan otomatis, ganti kemampuan membayar pegawai, yang berarti beberapa harus dirumahkan, entah untuk berapa lama. Pedagang makanan akan mengalami peningkatan: turunnya minat masyarakat untuk keluar dari rumah karena terhindar dari virus bermahkota, naiknya daya beli sebagian besar pelanggan karena dirumahkan, sepi pesanan karena larangan kumpul-kumpul (arisan, hajatan, dan lain sebagainya), Bebas pesanan untuk Dipercepat Lebaran akan dipastikan akan menerima tahun yang telah lalu. Pasar-pasar akan sepi dan akan berimbas ke sektor jasa yang terkait dengan perdagangan. Tak ada yang bergerak atau bergerak!
Untuk menginisiasi tetap perputaran uang, salah satu dasawisma di Kelurahan Oro-Oro Ombo, Kota Madiun tetap memegang arisan, tetapi secara online. Saya berusaha menggerakkan ibu-ibu yang sebenarnya gelisah dengan kondisi wabah yang tak menentu batas akhirnya. Lebih dari mereka galau karena pemasukan rumah tangga menurun. Kenapa tidak tetap dijalankan saja arisan yang selama ini rutin diadakan setiap tanggal 9? Jika yang dapat adalah orang yang benar-benar membutuhkan, perlu arisan ini adalah pinjaman bersama dari warga untuk warga dengan bunga nol persen. Sudah bisa didapat royongnya yang Pancasila banget, bisa pula tidak non-ribanya. Apalagi Pak Cokroaminoto selalu berpesan untuk lemah dan lemah!
Arisan akan dimulai jika semua uang sudah terkumpul. Hanya butuh satu orang sebagai koordinator pembayaran, dua orang untuk melakukan pencatatan sekaligus ngopyok nama ibu-ibu yang akan dapat arisan. Saat ngopyok botol berisi nama-nama itu, salah satunya akan dibuka sampai ada nama yang keluar. Video langsung dikirim ke grup whatsapp dasawisma sebagai bentuk pertanggungjawaban petugas arisan ke ibu-ibu yang lain Saya sendiri bertekat akan membatalkan hasil undian jika nama saya yang keluar, karena masih banyak yang membutuhkan lebih. Benarlah, nominal terbesar satu koma enam juta terakhir jatuh kepada pemilik UMKM yang terdampak wabah. Alhamdulillah! Setelah itu, saya akan mengantarkan uang kepada nama-nama yang beruntung malam itu. Cara dirasa aman untuk menghindari penyebaran Covid-19 namun tetap merekatkan persaudaraan di Lingkungan dan membantu sesama. Tindakan yang dapat dilakukan di Lingkungan Tertentu.
Pinjaman nol persen dengan arisan? Kenapa tidak? Semoga menginspirasi, semoga menjadi ombak yang menggulung efek Covid-19 di Indonesia!